From Hero to Zero


Menjadi sempurna sebenarnya adalah impian kita semua. Ungkapan lainya mungkin adalah hasrat untuk berkuasa, memiliki harta yang banyak dan pengaruh yang besar. Ini adalah bagian dari survivalitas kita. Tanpa hasrat-hasrat itu kita tidak bisa bersaing dan bertahan hidup.
Logika untuk menjadi sempurna selalu berbading lurus dengan kemampuan untuk memiliki atau melakukan banyak hal. Orang-orang kita di belahan Timur mengejar kesucian dengan beragam cara, mulai dari bersemadi berhari-hari, berdevosi berbulan-bulan, hingga melakukan aneka ritual sesaji yang tidak sedikit pula.
Injil hari ini mengisahkan hasrat seorang pemuda untuk menjadi sempurna, yang ingin mencapai hidup kekal. " Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" demikian pertanyaan si anak muda. Jawaban Yesus mengejutkan. Menjadi sempurna tidak cukup dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, atau memiliki keutamaan-keutamaan yang baik. "Jika engaku hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikimu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kepadaku dan ikutlah Aku".
Kata-kata Yesus menjungkirbalikan pemahaman orang akan kesempurnaan. Kesempurnaan tidak terletak pada keyakinan bahwa perbuatan-perbuatan baik yang telah saya lakukan, cukup menjamin saya untuk bahagia. Apalagi pada banyaknya harta yang dimiliki. Bukan! Kesempurnaan terletak pada kemampuan untuk mencintai tanpa syarat dan batas. Mencintai tanpa batas selalu juga berbanding lurus dengan kesediaan untuk tidak saja merelakan dan memberikan seluruh harta milik kita kepada yang membutuhkan, tapi juga pada sikap kerendahan hati bahwa Tuhanlah yang memungkinkan kita bisa begitu. Karena Dia sudah terlebih dahulu mengasihi kita, maka tidak ada alasan untuk tidak merelakan hidup kita bagi Dia dan sesama.
Pemuda itu sedih bukan hanya karena hartanya banyak. Tapi, dia sebenarnyajuga kurang rendah hati. Dia merasa hanya usahanyalah saja yang memungkinkan dia mencapai kesempurnaan. Padahal kesempurnaan dan hidup kekal itu adalah anugerah cuma-cuma dari Allah yang pantas selalu disyukuri.
Yesus sendiri mencintai tanpa batas. Dia merelakan semua yang ada pada-Nya; keluarga dan orang-orang yang dicintai, karyanya, harga dirinya, pakian-Nya dan hidup-Nya. Namun ingat, di akhir hayat-Nya Dia menyerahkan semua-Nya kepada Bapa "Ke dalam tangan-Mu kuserahkan hidupku". Ini pernyataan kerendahan hati Yesus yang paling dalam dan jelas. To be hero is to be zero. Yesus menjadi besar dengan mengosongkan diri-Nya dan memberi hidup-Nya bagi yang lain.
Semoga kerendahan hati itu juga menjadi milik anda setiap kali anda mengerjakan kebaikan bagi yang lain.
salam,
ronald,s.x.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds