Bacaan: Lukas 16:19-31 " Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin"

Kisah Injil tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin sudah sering kita baca dan kita dengar. Tokoh Lazarus juga mungkin sering anda dengar. Benar, dia adalah saudara Marta dan Maria sahabat dekat Yesus yang tinggal di Betania. Saking sayangnya Yesus pada Lazarus sampai-sampai ketika ia datang ke Betania melayat Lazarus, Dia menangis. Lazarus kita tahu dibangkitkan Yesus.
Tokoh Lazarus yang diceritakan Yesus dalam bacaan Injil hari ini tidak sama dengan Lazarus sahabat Yesus. Lazarus hanya menjadi figuran untuk perumpamaan yang mau disampaikan Yesus. Dalam kisah ini, orang kaya hidup senang dan tak berkekurangan, sementara Lazarus hidup miskin dan kelaparan. Ia selalu duduk di depan pintu rumah orang kaya itu, memungut remah-remah yang jatuh dari meja si kaya supaya rasa laparnya terobati. Singkat cerita kedua-duanya mati. Yang kaya mati menyusul Lazarus. Kehidupan baru yang dialami keduanya sungguh berbeda jauh. Lazarus hidup di surga dan dalam pangkuan Abraham sementara si kaya menderita dalam api hukuman yang bernyala-nyala.
Mendengar cerita ini kita bisa langsung merasa ngeri. Atau kesan yang bisa selalu muncul adalah keyakinan bahwa orang yang kaya itu ditolak Tuhan dan pasti masuk neraka. Sebaliknya yang miskin akan menikmati surga mulia. Apakah memang demikian maksud Yesus? Apakah Yesus memang berbicara tentang realitas bernama surga dan neraka? Ataukah dia mau mengatakan sesuatu yang sama sekali lain?
Surga dan neraka adalah konsep dan keyakinan yang sudah ada dalam Yudaisme dan terus diwarisi turun-temurun. Bahkan kekristenan mewarisi istilah biblis ini sebagai salah satu dari beberapa ajaran/katekismusnya. Surga, paradiso adalah tempat kebahagiaan yang hanya dinikmati oleh mereka yang diselamatkan dan yang hidup saleh. Sementara neraka (inferno)adalah tempat hukuman bagi mereka yang jahat dan berdosa. Satu konsep lain yang ditambahkan dalam kekristenan adalah api penyucian (purgatori). Pada masa lampau istilah-istilah ini begitu ditekankan sehingga akibatnya memudarkan inti atau pesan penting warta Injil.
Yesus adalah orang Yahudi juga. Maka dalam pengajarannya dia tentu memakai istilah dan ungkapan yang sudah akrab di telinga pendengarnya. Surga dan neraka yang disinggung Yesus dalam kisah Injil hari ini diapakai Yesus untuk menyampaikan satu pesan penting. Pesan penting itu disampaikan melalui mulut orang kaya ketika ia berdialog dengan Abraham. Dalam dialog itu kita menemukan bahwa surga dan neraka adalah istilah yang mau mengungkapkan realitas yang benar-benar ada yakni kebahagiaan kekal dan hukuman/kebinasaan. Dua realitas ini tak terseberangi. Si kaya akhirnya meminta supaya Lazarus memberitahu lima saudaranya yang masih hidup untuk merubah hidup mereka supaya tidak mengalami nasib yang sama dengannya. " Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi", itulah jawaban Abraham. Maksudnya, taurat yang dibawa Abraham juga titah-titah para nabi sudah cukup menjadi pedoman bagi mereka untuk selamat.
Akan tetapi, di sini lah puncaknya, yang menarik adalah tanggapan si kaya ini. Ia membantah Abraham. Menurutnya, kesaksian Musa dan para nabi belum sungguh atau cukup menyelamatkan. "Harus ada orang yang datang dari dunia orang mati" dan dia itulah yang bisa menyelamatkan. Inilah kunci kisah ini. Melalui tokoh orang kaya, tokoh antagonis yang tentu saja tidak mengundang simpati banyak orang, Yesus malah mewartakan point ceritanya yakni pernyataan identitas dirinya. Dialah yang "datang dari dunia orang mati" itu untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. Dialah yang menjembatani dunia hukuman dan kebahagiaan. Dia sudah hidup, menderita dan bahkan mati sebagai orang hukuman supaya manusia ikut bangkit bersama dia dan hidup hidup bahagia. Jadi Yesus sebenarnya bicara tentang dirinya; bukan tentang surga dan neraka; bukan juga tentang kaya yang miskin - apalagi sampai mengatakan bahwa yang kaya masuk neraka dan yang miskin masuk surga. BUKAN.
Kita tidak mungkin akan mencapai surga dan tetap terus tinggal dalam dunia hukuman kalau kita tidak menyerahkan diri dan percaya pada Dia. Percuma saja Yesus datang menyelamatkan kalau kita sendiri menolak Dia. Yang mesti kita cintai dan kita ikuti adalah Yesus, bukan lainnya, bukan aturan haram dan halal, boleh ini dan tidak boleh itu. Tidak jarang tindakan baik kita sering didorong bukan oleh cinta pada Yesus tapi pada rasa takut. Saya memberi sedekah kepada orang lain bukan karena saya ingin ikut ambil bagian dalam kesulitan / kebutuhannya tapi karena saya takut masuk neraka. Atau saya mesti rajin ikut kegiatan lingkungan dan pergi misa setiap minggunya supaya dapat tempat di surga. Surga dan neraka itu seolah-olah akhirnya menjadi saingan baru bagi Tuhan. Banyak di antara kita yang tidak sedang mengikuti Dia, tapi menjadi pengkut keyakinan tentang surga dan neraka. Semoga kita bertobat!

salam,

ronald,s.x.

Tentu hampir semua dari kita pernah menjemput atau menunggui seseorang di terminal. Di Indonesia, calo dan porter selain merupakan masalah, tapi juga sudah merupakan bagian invisible atau tersembunyi dari manajemen transportasi kita. Maaf, saya tidak sedang mengomongkan masalah transportasi.
Calo dan porter kalau dipikir-pikir, cukup penting perannya, sering membantu walau lebih banyak yang menipu, menyesatkan dan memeras. Benar bahwa mereka membantu kelancaran kita untuk berangkat atau tiba di tempat tujuan, tapi seringkali ketidaknyamanan selalu dirasakan.
Selama tiga jam saya menunggu kedatangan adik saya dari Gresik di terminal Giwangan - Yogyakarta. Dan selama itu pula saya memperhatikan semua aktivitas para porter dan calo setiap kali beberapa bus dalam dan luar kota tiba dan menurunkan penumpang atau setiap kali ada orang yang mau berangkat ke luar kota.
Tapi ada yang sama antara saya dan para calo dan porter itu: kami sama-sama menunggu kedatangan penumpang. Yang ditunggui pasti penting baik bagi saya maupun mereka. Bedanya, mereka ingin mendapatkan uang. Sementara saya atau anda menunggu sahabat dan kenalan kita karena mereka merupakan bagian penting dari hubungan dan hidup kita. Karena bagian penting ini, cemas dan kuatir selalu menghinggap jika yang ditunggu-tunggu tidak datang-datang juga; atau mungkin tersesat. Saya cukup kuatir setelah menyadari telah lewat dua jam saya menunggu adik saya. Hujan mulai turun gerimis. Itu hujan pertama setelah lebih tiga bulan aku di yogyakarta. Saya buang perasaan itu jauh-jauh dengan berdoa kecil seraya merenungkan inspirasi kecil saat melihat lalu lalang para calo dan porter di terminal ini. Saya mengingat dan merasakan belas kasih Tuhan. Tuhan itu selain selalu mencari yang hilang, tapi juga menunggu. Anda tentu ingat kisah anak yang hilang dalam bacaan Injil minggu ini; kisah yang seperti membingkai permenungan kita selama satu pekan ini. Kisah itu lebih tepat diberi judul Allah yang Berbelaskasih atau Allah yang menunggu kepulangan dan pertobatan manusia Allah yang sama pula yang menyambut dan menyongsong kita saat kita mengakhiri peziarahan di dunia dalam kematian.
Seringkali mata hati dan budi kita kurang terang menemukan dan mengalami kehadiran Allah yang berbelaskasih itu. Dia menunggu kita, dia berada di antara begitu banyak cara pandang dan keyakinan yang ada di sekitar kita, khususnya keyakinan akan Allah penghukum, keyakinan bahwa rasa bersalah yang berlebihan (skrupel) bisa menyelesaikan seluruh masalah kita, keputusasaan, prinsip balas dendam, dan sebagainya. Keyakinan itu bagaikan calo dan porter yang menuntun kita ke tempat yang salah.
Allah sekali lagi, mencari dan menunggu kita. Dia membiarkan anda sekalian yang menemukan Dia, di 'terminal'. "Terminal" adalah keseharian kita; yang menuntut anda dan saya memutuskan untuk atau percaya pada Dia atau percaya pada keyakinan-keyakinan lain yang membanjiri kita melalui banyak hal. Percaya pada Dia berarti hidup seperti Dia. Mari kita mengembangkan kepekaan hati untuk selalu menyambut, menerima dan mengampuni tanpa batas saudara/saudari kita yang bersalah terhadap kita.

Salam,

ronald

" Tuhan aku bertanya, kenapa engkau tidak lari saja ketika sedang berdoa di Zaitun. Bukankah saat itu para serdadu masih jauh. Bukankah pula di depanmu ada padang gurun luas di mana banyak residivis atau para penjahat zaman itu melarikan diri dan bersembunyi?
Kenapa pula tidak kau biarkan Petrus melanjutkan saja aksinya setelah memotong telinga Maltus? Tentu kau ingat bagaimana 5000 orang laki-laki - yang kau beri makan - tapi sebenarnya datang untuk memaksamu melakukan pemberontakan. Bukankah berjuang bersama orang-orang itu adalah pilihan yang lebih menguntungkan dari pada memecahkan roti dan membagi-bagikannya kepada mereka?
Tuhan Yesus aku tahu kamu hanya diam saja saat ini. Diam mu adalah jawabanmu. Matimu dengan cara demikian ini mengatakan banyak hal padaku. Aku jadinya tidak kuatir, apakah aku sedang bicara denganmu atau sedang bicara dengan diriku sendiri. Engkau sungguh-sungguh berbicara padaku dengan cara yang sama sekali lain, memandangku dalam diam-mu itu.
Pada palang hina itu, aku mengerti bahwa Engkau memilih memakukan tangan-tanganmu yang perkasa, meski engkau sebenarnya juga punya pilihan untuk mencengkeram prajurit-prajurit yang buas itu. Apalagi tanganmu selalu penuh kuasa. Bukankah dari tangan yang sama telah lahir kuasa penyembuhan bagi banyak orang?
Keinginanmu untuk lari kau pakukan bersama kaki-kaki kokoh yang terpaku.
Aku tahu perasaanmu saat itu: sakit, perih, pedih. Bukan hanya oleh luka-luka itu atau bukan karena hampir semua yang kau miliki dijarah; juga bukan hanya karena martabatmu diinjak-injak, tapi bahwa kua ditinggakan oleh sahabat-sahabatmu, dikhianati oleh orang-orang dekatmu. Aku tak heran jika kau merintih: " Ya Allah, mengapa Engkau tinggalkan Aku?" Itu puncak kesepian dan kesendirianmu, mewaliki derita, perih, pedih dan kesepian-kesepian kami.
Tapi kesepianmu lain dengan kesepian kami, deritamu lain dari derita kami. Kami tak tahan sepi, apalagi sendiri, hadap-hadapan dengan diri kami. Apalagi jika ada masalah dalam kerjaan atau relasi kami. Kami selalu ingin lari sejauh-jauhnya dari masalah kami, entah dengan handphone, dengan minuman dan hiburan-hiburan lainnya. Kami tidak rela dikhinianati, ditinggalkan dan ditolak. Uang, dan macam-macam sogokan lain rela kami pertaruhkan asal kami tidak lenyap dalam persaingan kerja, tidak dikucilkan dalam pergaulan.
Sepi dan sendirimu kau sempurnakan dengan iman yang teguh pada kasih Sang Bapa yang menunggu dan menyambutmu dengan pelukan kasihmu. "Ke dalam tanganmu kuserahkan hidupku". Dengan tangan yang terbuka dan terbentang bebas itu kau menyatakan penyerahan dirimu. Dengan kata-kata itu aku membayangkan Sang Bapa yang Berbelaskasih, yang kau ceritakan dalam perumpamaan anak yang hilang. Tanganmu yang terbentang itu melahirkan bayangkan akan tangan-tangan Bapa yang juga selalu akan menyambut kami, orang berdosa ini. Aku tahu kau tidak berdosa sedikitpun, tapi kau yang pertama membuka jalan bagi kami untuk percaya akan kasih sang Bapa yang tanpa syarat.
Tuhan aku hanya minta agar aku hidup sepertimu, dalam keadaan apa saja, selalu dengan tangan terbuka dan hati yang lapang menerima rencana Allah dalam diriku; menerima dan memahami laku dan sikap setiap orang dan tentu saja menghadapi kesulitan-kesulitan dalam tugas atau pekerjaanku. Semoga dengan senyum, tutur kata, kerja tangan, dan semua yang kukerjakan aku menjadi perpanjangan tanganmu untuk merangkul sebanyak mungkin orang bagimu. Tuhan tidak ada jawaban yang lebih indah dari salib suci nan mulia dan Engkau yang bergantung padanya.

Pada pesta Salib Suci

Ronald,s.x.

Sepatu Yesus Buatmu


Bacaan Hari Minggu kemarin mengawali seluruh permenungan kita pada minggu ini dengan kisah tentang syarat-syarat mengikuti Yesus. Yesus bilang, barangsiapa yang tidak memikul salibnya dan mengikuti aku, ia tidak dapat menjadi muridku. Saya membayangkan dua syarat utama ini sebagai sepasang sepatu Yesus, sepatu kemuridan. Anda tentu ingat pepatah terkenal ini : "If you want to know how I am, walk a mile with my soes" jika kamu pingin tahu dan kenal siapa aku, berjalanlah satu mil dengan sepatuku sendiri. Untuk tahu dan mengenal Yesus hal yang sama juga berlaku yakni memakai 'sepatu' yang ia pakai.
Sepatu pertama adalah 'memikul salib'. Salib jangan dipikir sebagai penderitaan melulu walaupun penderitaan juga bagian dari salib. Salib adalah segala hal yang tidak mengenakkan, segala resiko yang harus kita tanggung akibat pilihan kita untuk mencintai dan melaksanakan kehendak Allah. Kalau anda membaca seluruh Injil Markus, Yesus menjalani jalan salib sepanjang hidupnya. Sejak ia di padang gurun, komitmennya dirongrong oleh godaan kuasa, harta dan kesenangan. Dalam karyanya Ia digoda untuk memperkenalkan diri sebagai Mesias lebih pada tanda-tanda mukjizat daripada cinta kasih yang kelak juga ia akan buktikan saat wafat di salib. Ia bahkan digoda untuk turun dari salib juga. Memikul salib sekalil lagi adalah seluruh pengalaman yang harus kita tanggung akibat pilihan kita untuk mencintai seperti Yesus.
akan tetapi, pengalaman yang tidak enak itu diubah menjadi berkat dan diubah menjadi pengalaman yang membahagiakan kalau kita memakai sepatu yang kedua: mengikuti Yesus. Lucu dan tidak enak bukan kalau hanya memakai sepatu sebelah saja? Maka sepatu kedua adalah pribadi Yesus sendiri. Jangan memisahkan sepatu pertama dari yang kedua ini; salib dari pribadi Yesus sendiri. Mengikuti Yesus berarti hidup seturut cara hidupnya yakni berpikir dan bertindak seperti Dia. Untuk tahu bagaimana cara pikir dan cara Dia bertindak, bacalah Injil. Sekarang bagi kita umat Katolik, adalah bulan kitab suci. Sudahkan anda meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan Injil sejenak? Kalau belum, ambil dan bacalah agar anda bisa terus berlangkah menyusuri jalan dan petualangan hidup anda di dunia ini dengan lebih nyaman.
Kemarin sore setelah membetulkan beberapa sepeda di Wisma Xaverian Yogyakarta, saya bergegas mandi karena sudah janjian dengan seorang calon frater untuk berdoa rosario berdua. Waktu saya naik ke lantai III di mana saya menjemur pakian saya, saya kepalang kaget melihat air sudah tergenang setinggi tumit kaki saya. Rupanya bandul tower air rusak sehingga pompanya tidak mau berhenti, jadilah air meluap tanpa seorangpun tahu. Tanpa pikir panjang saya segera mengambil ember dan gayung untuk menyelamatkan lantai III itu. Saya khwatir sekali kalau air itu merembes melaui plafon dan juga merusak instalasi listrik. Satu setengah jam saya dan dan tiga orang calon frater yang membantu berjuang mengeringkan lantai III itu. Saya rasakan seperti 'memndahkan air laut saja. Kok gak abis-abisnya!". Akhirnya air itu berhasil dikeringkan. Malam kemarin sungguh melelahkan bagi saya. Selain itu saya merasakan malam itu beberapa kegiatan yang saya rencanakan batal, tapi saya tetap merasa senang. Kepada tiga orang teman itu saya katakan, "yah...kita sebenarnya, tidak memutus doa atau batal berdoa tapi sebenarnya melanjutkan doa-doa kita dengan pekerjaan itu. Saya sendiri yakin akan hal itu. Inilah contoh sederhana bagaimana mencintai. Menanggung hal-hal yang tidak enak seperti perasaan lelah, atau mungkin kecewa itulah salib yang mesti dipikul dalam kegembiraan cinta.
Saya yakin, dengan terus memakai sepasang sepatu Yesus, hidup kita terus bahagia dan menjadi berkah bagi orang lain. Dengan sepatu yang sama pula, bahkan kita bisa bukan saja memindahkan air, tapi juga memindahkan air laut. Dalam cinta sejati, segala sesuatu mungkin saja dilakukan.

Salam,
ronald,s.x.

Syukur atas Adaku !



Bacaan Matius 1:1-16.18-23

Dalam semua tradisi kebudayaan manusia, kelahiran merupakan peristiwa yang penting sekali maknanya. Bahkan, sebelum kelahiran anak baru terjadi, ada acara-acara khusus yang dibuat untuk mempersiapkan kelahiran itu. Di Jawa misalnya ada tradisi mendoakan ibu dan bayi dalam kandungannya saat kandungan itu berusia tiga bulan, lima bulan dan tujuh bulan. Setelah lahir ada juga perayaan syukur seperti selapanan (setelah 35 hari kelahiran).
Hari ini kita merayakan pesta kelahiran bunda perawan Maria. Tentang kapan dan bagaimana dia dilahirkan tidak diceritakan dalam kitab suci. Kitab kitab apokrif (yakni kitab-kitab yang tidak termasuk dalam daftar resmi kitab suci) yang ada dalam tradisi Gereja mengatakan bahwa Maria lahir dari pasangan Yoakim dan Anna. Gereja mewarisi terus tradisi itu dan hingga kini orangtua maria digelari kudus.
Meski tidak tertulis dalam kitab suci, Maria tetap menjadi salah satu tokoh sentral dalam Perjanjian Baru. Sebenarnya, hemat saya, merayakan kelahiran Maria - sebagaimaan kita selalu merayakan hari ulang tahun kita - bukanlah sekedar syukur atas peristiwa kelahiran atau syukur atas kehadiran kita, tapi terutama syukur atas seluruh karya kita sepanjang hidup kita. Demikian pun merayakan pesta kelahiran Maria adalah merayakan seluruh hidup Maria yang betul-betul menjadi anugerah Allah bagi kita. Yesus tidak saja memberi hidup-Nya tapi juga ibunya sendiri.
Kata-kata Yesus kepada Yohanes, "inilah ibumu" adalah kata-kata yang diperuntukkan kepada kita semua. "Inilah ibumu" tidak hanya berisi pernyataan tapi perintah dan nasihat supaya mengikuti teladan Maria. Dalam pribadi Maria, kita menemukan cara bagaimana mengikuti Yesus dalam jalan yang sederhana tapi total seratus persen. Maria, orang yang sederhana tapi setia, sabar, lembut dan penuh penyambutan. Dia sekaligus berani, tekun dan penuh iman.
setiap hari dalam doa-doa saya, saya selalu minta rahmat dari Yesus agar bisa menjadi seperti ibunya. Doa yang setiap hari saya ucapkan adalah magnificat...Bersama Maria saya bersyukur dan mengagungkan Tuhan atas rahmat bahwa saya pernah ada dan lahir sebagai manusia; lebih-lebih syukur atas panggilan untuk menjadi rekan kerjanya di dunia ini.
"Aku mengagungkan Tuhan, hatiku bersukaria karena Allah penyelamatku. Mulai sekarang aku disebut bahagia oleh sekalian bangsa. Kuduslah nama-Nya. Kasih sayangnya turun temurun kepada orang yang takwa. Perkasalah perbuatan-Nya. Diceraiberaikannya orang yang angkuh hatinya. Orang yang berkuasa diturunkannya dari tahkta. Yang hina dina diangkatnya. Orang lapar dikenyangkannya dengan kebaikan. Orang kaya diusirnya pergi dengan tangan kosong. Menurut janjinya kepada leluhur kita, Allah telah menolong Israel hambanya. Demi kasih sayangnya kepada Abraham serta keturunannya untuk selama-lamanya. Amin!
Bersyukurkah anda atas hidup anda? Doakanlah selalu magnificat itu. Ini adalah doa yang jika didoakan dengan sungguh-sungguh membuat anda menyatu dengan seluruh umat manusia, seluruh dunia dan ciptaan. Ini doa misioner.
salam,
ronal,s.x.



Kisah injil hari ini membawa pesan penting bagi kita. Panggilan Simon, Yakobus, Yohanes dan anak-anak Zebedeus berawal dari pengalaman mereka yang mengecewakan: tidak berhasil menangkap apa-apa setelah semalam-malaman melaut. Ini tentu pengalaman yang tidak menyenangkan bagi nelayan. Hitung-hitung nelayan sekarang ini harus merugi banyak sekali jika terjadi hal yang sama, rugi solar yang harganya kian naik, tenaga, waktu. Belum lagi jika kapal motor itu sewaan - seperti yang pernah saya jumpai saat tinggal bersama komunitas nelayan di Cilincing Jakarta Utara enam tahun lalu -ruginya bisa anda bayangkan.
Dalam saat-saat yang tak mengenakkan itu mereka berjumpa dengan Yesus atau didatangi Yesus. Kalau anda perhatikan kisah ini, Petrus nampaknya tidak bereaksi apa-apa ketika didatangi Yesus. Mungkin Petrus hanya mendengar saja nama Yesus yang sudah kesohor pada waktu itu, tapi belum pernah berjumpa dengan-Nya. Kalau dipikir-2 mestinya Petrus marah dong waktu didatangi Yesus. Masak...udah capek-capek terus disuruh menolakkan lagi perhau sedikit jauh dari pantai, bahkan disuruh bertolak lagi lebih dalam untuk menangkap ikan. Padahal ikannya jelas-jelas sudah tidak ada.
Saya yakin kesediaan Petrus untuk menuruti kata-kata Yesus bukan hanya karena dia segan dengan siapa dia berbicara tapi terutama karena kenyataan bahwa Yesus juga hadir di perahu itu, berempati dengan Petrus, menanggung juga pengalaman kekecewaannya tapi ikut juga memegang jala untuk ditebarkan lagi. Yesus tidak hanya duduk berdiri di pantai dan menyuruh Petrus begitu saja. Dia hadir dan ikut serta dalam perjuangan Petrus. Pengalaman kekecewaannya sempat membuat dia tidak yakin dan percaya pada Yesus serta semua yang ia dengar dari banyak orang tentang dia.
Ajaib, perjumpaan dengan Yesus dan kehadirannya di perahu Petrus menjadi peristiwa yang menyelamatkan, pengalaman yang menakjubkan. Keputusasaan diubah menjadi pengharapan baru. Bisa dibayangkan betapa gembiranya Petrus dan kawan-kawan. Kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka dan dalam perjuangan mereka mengubah hidup mereka untuk selamanya. Bersama Dia, ikan saja bisa ditangkap dan dijaring begitu banyaknya. Apalagi menjala manusia. Maka tidak heran, mereka segera meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus menjadi penjala manusia.
Laut dalam kitab suci selalu merupakan metafor dari dunia jahat. Dalam terang keyakinan yudaisme saat itu, arti penjala manusia sangat penting: menyelamatkan manusia dari kejahatan dan membawa mereka kepada kehidupan sejati. Dalam perjanjian baru, perahu selalu juga merupakan simbol Gereja. Gereja dari dulu hingga sekarang adalah perahu yang berlayar untuk terus menjala manusia, membawa sebanyak mungkin orang pada Kristus.
Anda, kita semua dipanggil sebagai penjala manusia. Tuhan memanggil kita juga untuk menjala manusia dari dunia virtual ini. Dunia ini bukan dunia jahat, tapi di dalamnya kejahatan bisa kita jumpai. Dari begitu banyak hal yang ditampilkan, ditawarkan terdapat begitu banyak pula nilai yang ingin disampaikan. Akan tetapi tidak semua nilai bisa memberikan kebahagiaan sejati. Saya selalu ingat apa yang dipesankan mendiang paus yohanes paulus II. Dia meminta kita semua orang Kristiani untuk beralih dari virtual world ke real world. Maksudnya, kita diminta untuk melalui media ini membantu sebanyak mungkin orang hidup makin manusiawi, yang bahagia dalam hidup sehari-harinya. Kita tahu, internet dengan begitu banyak piilhan di dalamnya, telah menjadi gelombang eskapisme baru bagi tidak sedikit orang, tempat orang melarikan diri dari kenyataan hidup yang harus dihadapi.
Saya berterima kasih pada Tuhan atas persahabatan saya dengan anda semua, juga komunikasi yang kita jalin melalui media ini. Saya yakin, sekarang saya tidak putus asa, karena Yesus bersama saya, membantu saya dan anda untuk menjala manusia.


Bacaan : Lukas 4:38-41" Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus dan orang lain"

Kiranya anugerah kesembuhan yang dialami ibu mertua Petrus bukan hanya bersumber dari kuasa yang dimiliki Yesus, tapi terutama kehadiran-Nya. Injil mencatat "Ia berdiri di sisi perempuan itu". Berdiri di samping adalah pernyataan pilihan untuk ikut menanggung sakit dan deritanya. Hampir setahun lalu saya dan teman-teman frater cempaka putih secara bergantian setiap hari menunggui P. Morini yang terbaring tak berdaya di rumah sakit karena stroke. Kesal juga beberapa kali harus menjaga jangan sampai gerakan refleks tanggannya membuat infusnya tercabut. Kelumpuhan salah satu syaraf otaknya membut saudara saya ini untuk beberapa waktu lamanya tidak sadar penuh. Dia hanya mengerang kalau celananya basah dan pispotnya lepas. Pertama kali mengalami itu, geli juga rasanya. Setiap kali dia mengerang, saya memijat-mijat tangannya, mengucapkan kata-kata yang menghibur meski saya tahu dia tidak memahaminya. Kehadiran dan cara kami masing-masing memperlakukan dia secara bergantian, saya yakin, ikut mendorong kesembuhan yang sekarang sudah berangsur-angsur dialami pastor Morini. Ajaibnya Tuhan!
Ikatan akan pengalaman tadi membawa saya pada permenungan bahwa kasih Tuhan yang besar itulah yang selalu menopang hidup kita, meski kita tidak langsung mengalaminya atau bahkan pada saat kita tidak lagi punya kemampuan untuk menyadarinya, seperti konfrater saya tadi.
kehadiran, apalagi kehadiran yang didasari keputusan untuk mencintai, itu menyembuhkan. Pilihan dasar Yesus adalah mencintai tanpa syarat. Dia sudah mengatakannya pada saat memperkenalkan diri "Roh Tuhan ada padaku oleh sebab Ia telah mengurapi aku, untuk menyuampaikan kabar baik untuk orangporang miskin dst.." (Luk.4:16-3). Pilihan Yesus untuk hadir dan menjumpai ibu mertua Petrus mendahului kuasa yang Ia miliki. Seluruh tindakannya, kehadiran dan kuasa menghardik setan adalah pilihan-Nya untuk mencintai. Membayangkan ini - saat dia hadir di sisi mertua Petrus - mengingatkan saya akan apa yang direfleksikan emmanuel Levinas tentang arti mencintai. Mencintai samahalnya dengan mengatakan " Aku ingin kau tetap hidup".
Mungkin saudara pernah melihat film yang memenangkan Oscar dua tahun lalu, million dollar baby. Bagaimana mungkin pelatih itu sungguh mencintai muridnya yang lagi koma, jika akhirnya pelatih itu menarik kabel infus muridnya. Pernyataan bahwa dia tidak ingin muridnya lebih lama lagi menderita bukanlah sikap mencintai, tapi sebaliknya sikap melarikan diri dari pilihan untuk mencintai yakni siap menanggung semua deritanya. Ketidaksadaran total yang dialami si gadis, tidak membebaskan kita dari kewajiban untuk terus menjadi ayunan nina bobo kasih Allah. Saya tidak ingat lagi bagaimana nyeyaknya saya waktu diayun-ayunkan mama di dalam ayunan kain. Saya tak sadar, tapi hanya merasakan kenyamanan.
Marilah berkat babtis yang kita terima - dan karenanya kita beroleh kuasa - kita membawa penyembuhan bagi seisi rumah kita, bagi anak-anak,orangtua saudara-saudari dengan kehadiran, pengertian, kesetiaan dan pengampunan.
salam,
ronald



Bacaan Lukas 14:1.7-11

Sabda Tuhan hari ini saya rasakan membantu memberi awalan yang baik bagi kita untuk memasuki bulan yang kita khususkan sebagai bulan kitab suci ini. Kisah sindiran Yesus atas perilaku beberapa tamu yang berebut tempat terhormat pada sebuah pesta yang dihadiri-Nya, tidak saja mengingatkan kita akan sikap kerendahan hati, tapi tertutama menghantar kita pada kedalaman hubungan kita dengan Dia. Persahabatan, mungkin itu kata yang paling cocok untuk menjelaskannya.
Saya yakin, dan hal ini sedang terjadi dalam hidup rohani saya, bahwa Yesus adalah Si Tuan Pesta yang senantiasa mengajak dan mengundang kita untuk duduk di depan; berhadap-hadapan dengan-Nya. Mata dan hati saya terpaku pada kata-kata ini " Sahabat, silahkan duduk di depan (ayat.10). Kalimat ini dalam sekali maknanya dan saya merenungkannya demikian:
silahkan duduk di depan adalah ungkapan kehendak untuk mengutamakan yang lain, mengutamakan sahabat. Dengan duduk di depan kita bisa berhadap-hadapan dengan sahabat kita; kita sanggup melihat bagaimana sahabat kita menyatakan dirinya dan pada saat yang sama merasakan bagaimana kita disambut dan dibiarkan pula untuk menyatakan diri kita. Saya selalu ingat saat-saat di mana papa memanggil saya duduk menghadapnya dan mengakui kenakalan-kenakalan yang saya buat. Kata-katanya yang tidak jarang meninggi membuat saya takut - terbayang jika tangannya melayang memukul saya - tapi itu tidak mengaburkan kebenaran bahwa saya diterima, diakui meski salah, dan tentu dicintai. Saya ingat pula pengalaman face to face dengan konfrater saya; berhadap-hadapan bicara dan menyatakan "kamu salah" tanpa mengurangi pengakuan saya akan dia. Demikian pun sebaliknya ketika saya diperlakukan sama; seperti ditelanjangi. Teguran sahabat selalu sebanding dengan pengakuan dan peneguhan yang diberikannya pada kita " Nal,..ide-idemu bagus..".
Kalimat, "Sahabat, silahkan duduk di depan",mengungkapkan kedalaman hubungan antarpribadi.
Tidak hanya itu saja, dengan mengatakan silahkan duduk di depan, sahabat kita pada saat itu seolah-olah mau menyatakan "biarkan saya berdiri dan melayani anda".
Persahabatan Yesus dengan kita mestinya tidak perlu diragukan lagi. Dia bilang " tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya". Dalam perjumpaan pribadi kita dengannya, entah waktu doa pribadi, sebelum menyambut ekaristi, atau saat merenungkan sabda-Nya, hendaknya selalu dibatinkan janjinya ini "marilah semua kalian yang letih lesuh dan berbeban berat, aku akan memberikan kelegaan bagimu". Secara khusus di bulan kitab suci ini, sediakanlah beberapa menit setiap hari atau setiap dua hari (tergantung situasi anda) untuk merenungkan sabda-Nya. Bagus kalau saat membaca kitab suci, anda menyadari bahwa yang sedang anda jumpai bukan kata-kata yang indah dan menarik tapi seorang pribadi, sahabat yang menyambut, mengakui dan mencintai kita. Mudah-mudahan dengan demikian, sabda yang anda renungkan menjadi kehidupan bagi banyak orang. Selamat menikmati persahabatan indah itu dengan-Nya.
Salam,
ronald,s.x.

Blogger Template by Blogcrowds