Apakah Anda Seorang Patriot?


Bacaan: "Tentang Membayar Pajak kepada Kaisar" (Matius 22:15-22)
" Hidup sebagai orang merdeka" (1 Petrus 2:13-17)

Yesus itu seratus persen orang Yahudi. Rupanya tidak hanya ketuahan Yesus yang diragukan oleh orang-orang bangsanya, tapi juga kewarganegaraannya. Ia warga palestina yang pada waktu itu menjadi jajahan Romawi. Oleh karena itu tidaklah heran, jika orang-orang Farisi berusaha menjebak Yesus dengan pertanyaan ini: " apakah boleh membayar pajak kepada kaisar atau tidak?" Pertanyaan ini tentu saja menjebak. Jika Yesus mengatakan boleh, maka identitas keyahudiannya dipertanyakan. Persepuluhan yang wajib diberikan untuk bait Allah akhirnya dinomorduakan. Sebaliknya jika dia mengatakan tidak boleh, itu berarti Dia melawan negara.
Anda perhatikan baik-baik, bahwa Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka secara langsung. Seraya memperlihatkan satu dinar uang yang bergambar wajah kaisar, Yesus menyatakan bahwa mereka wajib membayar pajak kepada negara samahalnya mereka wajib memberikan hidup mereka kepada Allah..Pernyataan ini adalah seruan dan sikapYesus yang paling patriotik dalam Injil.
Kata-kata Yesus membuat saya merenungkan kembali arti panggilan kita bukan saja sebagai orang Kristiani, tapi sekaligus sebagai warga negara Indonesia, persis saat kita merayakan HUT kemerdekaan kita. Tuhan sedemikian mengasihi kita sehingga Dia membiarkan kita manusia bebas, bebas menentukan diri. Orang menyebut ini sebagai kebebasan eksistensial. Memang tidak masuk akal, jika Allah memelototi dan menguntit kita siang-malam, menentukan apa yang akan kita lakukan hari ini dan besok. Itu bukan Allah yang kita kenal. samahalnya sulit membayangkan jika suami atau istri anda, pacar atau kekasih anda membuntuti anda setiap kali anda keluar rumah(saat kerja, dll) untuk memastikan apakah anda setia padanya atau tidak. Pengalaman lebih banyak menunjukkan bahwa orang yang sungguh mencintai merelakan dan membiarkan yang lain bebas. Tapi kerelaan itu disertai trust, kepercayaan bahwa dia tidak mungkin mengingkari hubungan mereka.
Maka dalam semarak 17 Agustus ini, kita mensyukuri anugerah kebebasan dari Allah sendiri. Kebebasan itu oleh Yesus secara implisit dalam kata-kata-Nya tadi meliputi kebebasan eksistensial (kebebasan untuk mengembangkan segala daya, cita rasa dan karsa kita), tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan transendental. Kebebasan terakhir ini menjadi ciri kemuridan kita yakni merelakan dan memberikan seluruh diri kita pada Allah, mempercayakan diri pada Dia dan hidup seturut dorongan-Nya dalam hati nurani kita. Kebebasan ini dalam hubungan dengan sesama berarti keputusan untuk tidak saja mengakui kebebasan dan hak yang lain tapi sungguh mengusahakan agar kebebasan dan hak itu dapat terwujud dengan optimal.
Rasanya di usia ke 62 tahun negara kita, sosok pemimpin sekaligus negarawan yang ideal, masih langka. Orang yang berlomba menjadi pemimpin dan politis umumnya datang dengan basic needs yang belum terpenuhi. Maka tak heran, jika kinerja kerjanya dalam birokrasi tidak lagi profesional karena terbagi memikirkan bagaimana di satu pihak mengumpulkan pundi-pundi uang untuk diri sendiri dan di lain pihak melayani rakyat. Gedung paripurna DPR yang selalu sepi, dan hanya semarak waktu membicarakan hal-hal yang tidak substansial,tidak langsung mengena kepada kebutuhan real rakyat. Wong korban lumpur sidoarjo belum diurus dengan baik, DPR sibuk sendiri menginterpelasi presiden soal nuklir Iran; main aksi walk out segala, ribut sana ribut sini seperti tidak punya pekerjaan saja. Politik kita absurd sepertinya. Itu kesan saya. Saya salut pada Romo Magnis, guru saya di Driyarkara. Dia baru-baru ini menolak Achmad Bakrie Award dari Freedom Institute sebagai pemikir terbaik tahun ini. Anugerah itu pantas, tapi tidak pantas diberikan oleh Freedom Institute yang sahamnya dimiliki Aburizal Bakrie yang kita tahu berada di belakang menajemen Lapindo Brantas.
yah sudah, kita tidak cukup meratap di hari kemerdekaan ini. Pertanyaan penting Injil hari ini adalah apakah kita sungguh menjadi patriot yang otentik dalam tugas kita masing-masing? Apakah anda masuk dan pulang kerja tepat waktu? Apakah anda membangun kerukunan dan hubungan baik dengan tetangga se-RT dan se-RW apa pun latarbelakangnya? Dan apakah pernah anda berpikir untuk tidak lagi mempercayai para politisi yang sering 'berdagang sapi' seperti yang sudah-sudah? Mungkin saja anda calon politisi yang sedang dicari-cari bangsa ini.
salam,
ronald, s.x.
Yogyakarta 17 Agustus 2007

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds