Kisah injil hari ini membawa pesan penting bagi kita. Panggilan Simon, Yakobus, Yohanes dan anak-anak Zebedeus berawal dari pengalaman mereka yang mengecewakan: tidak berhasil menangkap apa-apa setelah semalam-malaman melaut. Ini tentu pengalaman yang tidak menyenangkan bagi nelayan. Hitung-hitung nelayan sekarang ini harus merugi banyak sekali jika terjadi hal yang sama, rugi solar yang harganya kian naik, tenaga, waktu. Belum lagi jika kapal motor itu sewaan - seperti yang pernah saya jumpai saat tinggal bersama komunitas nelayan di Cilincing Jakarta Utara enam tahun lalu -ruginya bisa anda bayangkan.
Dalam saat-saat yang tak mengenakkan itu mereka berjumpa dengan Yesus atau didatangi Yesus. Kalau anda perhatikan kisah ini, Petrus nampaknya tidak bereaksi apa-apa ketika didatangi Yesus. Mungkin Petrus hanya mendengar saja nama Yesus yang sudah kesohor pada waktu itu, tapi belum pernah berjumpa dengan-Nya. Kalau dipikir-2 mestinya Petrus marah dong waktu didatangi Yesus. Masak...udah capek-capek terus disuruh menolakkan lagi perhau sedikit jauh dari pantai, bahkan disuruh bertolak lagi lebih dalam untuk menangkap ikan. Padahal ikannya jelas-jelas sudah tidak ada.
Saya yakin kesediaan Petrus untuk menuruti kata-kata Yesus bukan hanya karena dia segan dengan siapa dia berbicara tapi terutama karena kenyataan bahwa Yesus juga hadir di perahu itu, berempati dengan Petrus, menanggung juga pengalaman kekecewaannya tapi ikut juga memegang jala untuk ditebarkan lagi. Yesus tidak hanya duduk berdiri di pantai dan menyuruh Petrus begitu saja. Dia hadir dan ikut serta dalam perjuangan Petrus. Pengalaman kekecewaannya sempat membuat dia tidak yakin dan percaya pada Yesus serta semua yang ia dengar dari banyak orang tentang dia.
Ajaib, perjumpaan dengan Yesus dan kehadirannya di perahu Petrus menjadi peristiwa yang menyelamatkan, pengalaman yang menakjubkan. Keputusasaan diubah menjadi pengharapan baru. Bisa dibayangkan betapa gembiranya Petrus dan kawan-kawan. Kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka dan dalam perjuangan mereka mengubah hidup mereka untuk selamanya. Bersama Dia, ikan saja bisa ditangkap dan dijaring begitu banyaknya. Apalagi menjala manusia. Maka tidak heran, mereka segera meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus menjadi penjala manusia.
Laut dalam kitab suci selalu merupakan metafor dari dunia jahat. Dalam terang keyakinan yudaisme saat itu, arti penjala manusia sangat penting: menyelamatkan manusia dari kejahatan dan membawa mereka kepada kehidupan sejati. Dalam perjanjian baru, perahu selalu juga merupakan simbol Gereja. Gereja dari dulu hingga sekarang adalah perahu yang berlayar untuk terus menjala manusia, membawa sebanyak mungkin orang pada Kristus.
Anda, kita semua dipanggil sebagai penjala manusia. Tuhan memanggil kita juga untuk menjala manusia dari dunia virtual ini. Dunia ini bukan dunia jahat, tapi di dalamnya kejahatan bisa kita jumpai. Dari begitu banyak hal yang ditampilkan, ditawarkan terdapat begitu banyak pula nilai yang ingin disampaikan. Akan tetapi tidak semua nilai bisa memberikan kebahagiaan sejati. Saya selalu ingat apa yang dipesankan mendiang paus yohanes paulus II. Dia meminta kita semua orang Kristiani untuk beralih dari virtual world ke real world. Maksudnya, kita diminta untuk melalui media ini membantu sebanyak mungkin orang hidup makin manusiawi, yang bahagia dalam hidup sehari-harinya. Kita tahu, internet dengan begitu banyak piilhan di dalamnya, telah menjadi gelombang eskapisme baru bagi tidak sedikit orang, tempat orang melarikan diri dari kenyataan hidup yang harus dihadapi.
Saya berterima kasih pada Tuhan atas persahabatan saya dengan anda semua, juga komunikasi yang kita jalin melalui media ini. Saya yakin, sekarang saya tidak putus asa, karena Yesus bersama saya, membantu saya dan anda untuk menjala manusia.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds