Di Terminal Aku Menunggumu

Tentu hampir semua dari kita pernah menjemput atau menunggui seseorang di terminal. Di Indonesia, calo dan porter selain merupakan masalah, tapi juga sudah merupakan bagian invisible atau tersembunyi dari manajemen transportasi kita. Maaf, saya tidak sedang mengomongkan masalah transportasi.
Calo dan porter kalau dipikir-pikir, cukup penting perannya, sering membantu walau lebih banyak yang menipu, menyesatkan dan memeras. Benar bahwa mereka membantu kelancaran kita untuk berangkat atau tiba di tempat tujuan, tapi seringkali ketidaknyamanan selalu dirasakan.
Selama tiga jam saya menunggu kedatangan adik saya dari Gresik di terminal Giwangan - Yogyakarta. Dan selama itu pula saya memperhatikan semua aktivitas para porter dan calo setiap kali beberapa bus dalam dan luar kota tiba dan menurunkan penumpang atau setiap kali ada orang yang mau berangkat ke luar kota.
Tapi ada yang sama antara saya dan para calo dan porter itu: kami sama-sama menunggu kedatangan penumpang. Yang ditunggui pasti penting baik bagi saya maupun mereka. Bedanya, mereka ingin mendapatkan uang. Sementara saya atau anda menunggu sahabat dan kenalan kita karena mereka merupakan bagian penting dari hubungan dan hidup kita. Karena bagian penting ini, cemas dan kuatir selalu menghinggap jika yang ditunggu-tunggu tidak datang-datang juga; atau mungkin tersesat. Saya cukup kuatir setelah menyadari telah lewat dua jam saya menunggu adik saya. Hujan mulai turun gerimis. Itu hujan pertama setelah lebih tiga bulan aku di yogyakarta. Saya buang perasaan itu jauh-jauh dengan berdoa kecil seraya merenungkan inspirasi kecil saat melihat lalu lalang para calo dan porter di terminal ini. Saya mengingat dan merasakan belas kasih Tuhan. Tuhan itu selain selalu mencari yang hilang, tapi juga menunggu. Anda tentu ingat kisah anak yang hilang dalam bacaan Injil minggu ini; kisah yang seperti membingkai permenungan kita selama satu pekan ini. Kisah itu lebih tepat diberi judul Allah yang Berbelaskasih atau Allah yang menunggu kepulangan dan pertobatan manusia Allah yang sama pula yang menyambut dan menyongsong kita saat kita mengakhiri peziarahan di dunia dalam kematian.
Seringkali mata hati dan budi kita kurang terang menemukan dan mengalami kehadiran Allah yang berbelaskasih itu. Dia menunggu kita, dia berada di antara begitu banyak cara pandang dan keyakinan yang ada di sekitar kita, khususnya keyakinan akan Allah penghukum, keyakinan bahwa rasa bersalah yang berlebihan (skrupel) bisa menyelesaikan seluruh masalah kita, keputusasaan, prinsip balas dendam, dan sebagainya. Keyakinan itu bagaikan calo dan porter yang menuntun kita ke tempat yang salah.
Allah sekali lagi, mencari dan menunggu kita. Dia membiarkan anda sekalian yang menemukan Dia, di 'terminal'. "Terminal" adalah keseharian kita; yang menuntut anda dan saya memutuskan untuk atau percaya pada Dia atau percaya pada keyakinan-keyakinan lain yang membanjiri kita melalui banyak hal. Percaya pada Dia berarti hidup seperti Dia. Mari kita mengembangkan kepekaan hati untuk selalu menyambut, menerima dan mengampuni tanpa batas saudara/saudari kita yang bersalah terhadap kita.

Salam,

ronald

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds