Menyeberangi Lautan Makian


Menyeberangi Lautan Makian

“Sinting kamu!”, antara lain adalah perbendaharan makian yang harus kita terima begitu mengambil pilihan atau melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki orang-orang dekat kita. Barangkali kita kehilangan warisan karena menikahi pasangan yang tidak disukai papa dan mama atau dikucilkan dari keluarga dan klan kita. Dalam tugas-tugas manajerial di kantor, bukan barang baru jika langkah, strategi dan kebijakan baru yang coba diambil disambut dengan cemoohan. Apalagi sebagai orang baru, “Sok tahu dan sok bisa” menjadi kosa kata yang harus kita akrabi. Makian-makian seperti sebongkah tahi kerbau yang dilemparkan di muka kita.
Waktu usia saya 9 tahun, saya terkejut melihat papa yang pulang rumah dengan muka memar dan kacamata yang retak. Dari mama saya dengar, ternyata papa baru saja dipukul rekannya karena membongkar pelecehan yang terjadi di sekolah asuhannya.
Mutasi,pengurangan tunjangan, bahkan pemecatan adalah ancaman yang menunggu di depan mata sewaktu kita memilih untuk memperjuangkan apa yang benar, memperbaiki kekeliruan dan menegur yang salah. Tidak seorangpun menyukai itu. Kita umumnya lebih suka mendapat tepuk tangan, kocek yang selalu penuh, warisan banyak serta posisi yang enak dengan menjadi orang patuh dan menjadi orang yang diam di hadapan ketidakberesan.
Yesus disebut ‘tidak waras’ bahkan oleh keluarganya sendiri, karena dia memilih mencintai dan mewartakan kebenaran Injil. Bahkan dia dicap ‘kerasukan setan oleh orang-orang sebangsanya karena pilihannya itu. (Markus. 4:20-31) Duduk makan dengan orang berdosa, bergaul dekat dengan pemungut cukai dan pelacur pasti menuai gossip dan bisik-bisik di mana-mana. Tentu ini menyesakkan hati. Akan tetapi, Yesus sepenuhnya sadar dengan semua resiko itu. Dia menanggungnya. Bahkan sampai Ia mati di salib, dia ditinggalkan hampir semua orang-orang dekatnya, yakni para murid.
Untuk hidup sepenuhnya, kita mesti seperti Yesus, menyeberangi arus makian dan bisik-bisik karena mencintai kebenaran. Menjadi sukses dan berhasil pasti perlu, tapi lebih baik lagi jika kita hidup sepenuhnya, yakni dengan menjadi pecinta dan pelaku kebenaran. Mencintai kebenaran bagaikan mendaki ke puncak gunung; makin naik ke atas kita makin merasa sendiri, kuatir, takut jangan-jangan akan jatuh. Akan tetapi, segera sesudah sampai di puncak kita mengalami kebebasan yang paling penuh….berdiri memandang ke bawah dengan leluasa.
Semoga anda tidak pernah kapok untuk mencoba hal-hal baru di lingkungan anda, menjadi kritis dan berpandangan jauh ke depan meski harus banyak dicaci maki. Kelak ketika anda berhasil membuktikan pilihan anda, makian-makian tadi berganti menjadi samudera senyuman dan penerimaan, lengkap dengan permintaan maaf orang banyak.
“Kalau anda belum pernah dimaki, ada dua kemungkinan. Satu, anda adalah orang yang paling penakut di dunia ini. Kedua, anda sebenarnya sudah dimaki, tapi karena sudah membuktikan pilihan anda, anda tidak dimaki lagi. Maka anda orang yang paling berani di dunia ini.”(RFT)

Salam,

Ronald,s.x.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds