Di Swedia dan orang-orang Skandinavia pada umumnya sampai saat ini masih merayakan Festival Cahaya yang dirayakan bertepatan dengan pesta Santa Lucia. Santa. Lucia adalah seorang gadis yang menjadi martir pada masa penganiayaan Diocletian, kaisar Romawi pada tahun 304 masehi. Gadis muda ini dihukum mati secara mengenaskan.
Kisah tentang St. Lucia kemudian dibawa oleh para misionaris pertama di Swedia. Lalu kemudian berkembanglah legenda yang mengesankan tentang tokoh ini. Dia sering digambarkan sebagai seorang gadis cantik bergaun putih, yang setiap pagi datang membangunkan orang-orang di kampung, membawa sebuah nampan berisi roti, beberapa cangkir kopi serta kue-kue kecil. Rambutnya dihiasi mahkota yang menjulur terurai sampai ke rambut dan di atas mahkota itu ada beberapa lilin yang menyala. Dia selalu datang untuk mengatakan bahwa Yulitede sedang datang, pagi dan hari baru sudah tiba.
Dalam konteks Natal, santa Lucia menjadi teladan seorang pekabar gembira, yang dengan kesederhanaan, kelembutan dan keramahtamahannya mengatakan pada banyak orang bahwa Tuhan sudah datang…Kedatangan Tuhan itu dia buktikan dengan hidupnya sendiri..Tuhan telah mengubah hidupnya, dan karena itu tidak ada alasan untuk tidak menyambut setiap orang yang dijumpai tiap hari dengan senyum, sapaan hangat, lengkap dengan kopi hangat dan cookies di nampan.
Merayakan pesta ini, hemat saya berarti merayakan hospitalitas…keramahtamahan. Kita pantas bertanya, seperti apakah hospitalitas yang kita hayati sekarang ini? Saya ingat orang-orang di kampung saya. Ketika masih seminaris, saya pernah mengunjungi beberapa keluarga. Kedantangan kami selalu disambut hangat. Meski mereka tidak punya apa-apa, tetapi pasti selalu dihidangkan pada kami nasi, ikan kering dan secangkir tuak atau arak putih…Saya pernah mendapati bagaimana satu keluarga tetap menghidangkan yang terbaik bagi kami meski tak sengaja saya melihat di dapur anak-anaknya sedang juga menunggu makan…Perasaan saya saat itu tidak enak. Tapi satu hal yang saya pelajari dari orang-orang sederhana itu yakni cinta dan iman. Mereka lebih mementingkan kami, tamunya daripada mereka sendiri. Mereka sekaligus juga beriman, percaya bahwa pasti Tuhan menghidangkan lebih banyak dari yang telah mereka berikan.
Dalam hospitalitas, yang lain adalah segalanya…sesuatu yang mungkin mulai jarang kita temukan dalam zaman di mana waktu,prestasi, uang menghilangkan kesempatan indah untuk sebentar misalnya, melihat bunga-bunga indah milik tetangga lalu menyapa dia selamat pagi; menanyakan bagaimana keadaan keluarganya atau menghidangkan satu mangkuk mie ayam bagi rekan di kantor yang terlalu sibuk memperhatikan dirinya sendiri; sengaja pulang kerja bareng sambil nanya ada apa dengannya.
Harapan saya semoga seperti Lucia, si terang kecil itu, terang yang menjadi pratanda Si Terang Besar – Kristus, hospitalitas kita hidupi terus dalam keseharian.Mudah-mudahan pula Kristuslah yang menjadi penggerak tangan-tangan kita untuk menjabat erat tangan sahabat kita; mulut untuk menyapa hangat dan penuh senyum penerimaan, serta lengan untuk merangkul dan memeluk erat mereka yang menghianati kita. Kita mesti menjadi Lucia yang lain, la luce itu, terang kecil yang mendahului Sang Cahaya Natal.
Salam,
Ronald,s.x.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds