Saudari-saudara terkasih, renungan kita di pekan ini kita awali dengan merenungkan tokoh Yunus (Yunus 1:1-2:10).Yunus atau yang sering disebut nabi Yunus sebenarnya lebih merupakan tokoh dongeng daripada seorang tokoh historis. Akan tetapi, kenyataan yang mau diceritakan melalui tokoh ini adalah kenyataan yang historis, yang benar-benar terjadi dalam sejarah Israel. Meskipun demikian, jika anda membaca salah satu kitab tersingkat dalam Perjanjian Lama ini, anda mungkin akan sepakat dengan saya bahwa Yunus adalah salah satu tokoh menarik dan mengesankan.
Dia lari ke Tarsis ketika Tuhan memanggilnya. Kalau anda mengenal kisah-kisah panggilan nabi Yeremia, Amos dan nabi-nabi lainnya, anda tentu tidak menemukan sikap penolakan total seperti Yunus ini. Dia benar-benar lari, bahkan memilih lebih baik mati daripada hidup dan memikul tugas panggilan itu.
Sedemikian berat dan susahkan panggilan itu sehingga ia menolaknya? Kalau diteliti, Tuhan ternyata memanggil dia supaya mengatakan kepada orang-orang Niniwe agar mereka bertobat. Nampaknya, tugas ini tidak susah-susah amat kok. Kalau memang tugas ini mudah lalu kenapa Yunus menolaknya?
Yunus sulit sekali menerima kebenaran bahwa Allah itu maha pengampun dan bahwa Ia mengasihi semua orang tanpa kecuali. Dia sungguh-sungguh marah pada Allah ketika menyadari bahwa bukan hanya Israel yang dikasihi-Nya tapi semua bangsa. Yunus mewakili bangsa Israel, dan bisa saja mewakili kita, yang sulit menerima gambaran dan kenyataan Allah yang demikian itu. Ia mengasihi semua orang tanpa syarat.
Yunus sekaligus juga merupakan kritik atas Yudaisme yang pada zamannya begitu menekankan monoteisme dan kemahakuasaan Allah sampai-sampai lupa bahwa Dia itu adalah pribadi yang mengasihi.
Kisah Yunus menjadi kritik terhadap setiap bentuk eksklusivisme ideologis dan religius yang 'mengurung' Allah dalam kelompok-kelompok tertentu bahwa Allah hanya menyelamatkan kelompoknya, sementara yang bukan kelompoknya pasti dihukum.
Warta tentang Allah yang mengasihi tanpa batas itu diungkapkan juga dalam kisah tentang orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:25-37). Tanpa memperhitungkan aturan dan hukum yang lebih sering membelenggu daripada menolong manusia, si Samaria - yang sering dicap kafir oleh bangsa Yahudi - justru turun menolong orang Yahudi yang hampir mati dirampok penyamun. Bahkan ia merelakan semua miliknya agar orang tadi dapat dirawat dengan baik hingga sembuh. Ini tentu berbanding terbalik dengan kecenderungan kita untuk menolong dan mengasihi hanya orang yang sesuku dengan kita; atau orang yang darinya nanti kita bisa dapatkan balasan serupa; mungkin juga kalau orangnya cakep dan gagah serta macam-macam prasyarat lain yang kita pasang tanpa sadar.Padahal Allah mengasihi semua orang bahkan menerima kembali mereka yang menolak dan menghianatinya. Kisah pertobatan dan pengampunan orang-orang Niniwe cukup jelas mengungkapkan ini. Wajah Allah seperti inilah yang mesti kita wartakan. Kita bukan percaya pada seorang superhero apalagi superman dan superhuman tapi Allah seperti ini yang bahkan mati di salib.
Semoga hari ini cara bicara dan sikap kita terhadap sesama memperlihatkan keterbukaan dan penyambutan tanpa batas dan syarat. Mari kita mewartakan kemahaluasan kasih itu di tempat kerja kita, di sekolah dan tentu di rumah kita pula.

salam,

ronald,s.x.

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds