AKU DAN BINTANG
The beauty of God
Lagu bintang kecil adalah bagian dari masa kanak-kanak yang tak terlupakan. Lama sekali saya tidak lagi menyanyikan lagu itu sampai akhirnya hari ini setelah berkumpul bersama anak-anak Kamerun merayakan Epifani, lagu ini saya putar kembali dalam ingatan.
Bintang kecil di langit yang biru
Amat indah menghias angkasa
Aku ingin terbang dan melayang
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Entah kenapa lagu ini terlanjur populer meski kita harus mengoreksi logika baris pertamanya. Masa iya bintang bisa kelihatan di langit biru pada siang hari ? Namun, pesan lagu itu mungkin terletak pada dua baris terakhir. Pencipta lagu ini mengungkapkan rasa ingin tahunya yang besar tentang realitas kosmik bernama bintang-bintang di langit. Sejarah ilmu pengetahuan, pencaharian ilmiah dimulai dari rasa heran, dari kekaguman. Bahkan penemuan, pemikiran dan perenungan tentang Tuhan pun berawal dari kekaguman sebelum orang bertanya-tanya kenapa, bagaimana dan seterusnya… Bintang membawa daya tarik yang istimewa dalam pengalaman primer seorang kanak-kanak.
Injil Matius mengisahkan tiga orang majus dari Timur yang datang ke Yerusalem mencari raja Israel yang baru lahir sebagaimana ditunjukkan oleh bintang. Setelah memperkenalkan pribadi Yesus pada bab I,pada bab 2, ayat 1-12, ia menggunakan metaphor bintang untuk menjelaskan daya tarik Yesus pada bangsa-bangsa lain serta menggarisbawahi universalitas keselamatan. Yesus lahir untuk semua orang, semua bangsa. Tiga orang majus atau tiga raja dari timur mewakili beragam bangsa…
Kisah orang majus dari timur bagi saya meninggalkan pesan yang mendalam yang mendekatkan saya pula pada lagu masa kecil tadi. Tiga orang majus, sebagai raja yang punya kuasa bukan mustahil mempunyai akses pada pengetahuan masa itu yakni astrologi atau ramalan bintang dan juga tradisi yahudi -yang juga menyebar bersama meluasnya kerajaan Herodes atau imperialisme romawi pada umumnya. Singkat kata mereka adalah orang-orang terpelajar, yang bisa pula dibandingkan dengan ilmuwan. Dengan astrologi, orang mampu menghitung waktu pergeseran atau perputaran matahari, bulan dan bintang untuk mengetahui musim tanam, petik dstnya . Jika diandaikan bahwa mereka mengenal baik tradisi Yahudi maupun astrologi sebagai ilmu pengetahuan saat itu, bisa dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempertentangkan astrologi dengan iman sebagaimana terungkap dalam kepercayaan yahudi yang mereka kenal. Dengan demikian kita bisa mengerti, kenapa kisah ini dimulai dengan pertanyaan para majus ini : di manakah Raja Yahudi yang baru lahir dan yang bintangnya kami lihat di timur ? Nubuat tentang kelahiran raja yahudi adalah sesuatu yang mereka sudah kenal dan ingin dikonfirmasi langsung pada orang yahudi sendiri. Namun, Matius tidak menulis kisah ini sebagai sebuah kisah astrologis. Ia bicara sesuatu yang lebih dalam yakni tentang keindahan tuhan, the beauty of God, la beauté de Dieu.
Para majus yang dituntun oleh bintang bagaikan anak-anak yang lebih dahulu kagum terhadap keindahan bintang sebelum bertanya kenapa dan bagaimana. Iman, seperti yang saya katakan sebelumnya,mulai dari rasa kagum ini. Ini yang dilewatkan begitu saja oleh Herodes. Ia sibuk dengan pertanyaan kenapa dan bagaimana ; ia kehilangan kesempatan menikmati keindahan bintang itu. Di belakang pertanyaan kenapa dan bagaimana, ada ikhtiar untuk berkuasa. Mengetahui itu tak lain menguasai realitas yang kita ketahui. Pada Herodes, Injil lebih jelas menerangkan bahwa ia ‘terkejut’ dan nampak takut dengan eksistensi raja lain di wilayah kekuasaannya.
Bagi para majus mengagumi mendahului mengetahui .Dan lihatlah mereka kemudian oleh kekaguman pada bintang, dituntun ke sebuah gubuk kecil di mana Yesus lahir. Di kandang hina inilah mereka melihat kebesaran Allah ; kebesaran sang raja dalam kesederhanaan dan kekecilannya. Sekaligus di tempat ini pula kekaguman mereka berubah arahnya menjadi kekaguman pada si kecil yang terbaring di palungan. Dan rasanya penampakan si kecil di hadapan mereka mendekatkan mereka pada misteri yang tak terpahami tapi menarik perhatian. Yang Besar, menampakan dirinya dalam diri si kecil, bagaikan bintang yang pada mata kita kelihatan kecil tapi sebenarnya besar. Inilah misteri Allah; Dia yang Tak Terbatas mau hadir dalam sejarah kita, mau senasib dan sepenanggungan dengan kita.
Dan lagu bintang kecil tadi mengajak saya mengagumi misteri keindahan itu. Dan epifani kiranya membawa arti mendalam bagi para majus tentang apa artinya besar, tak lain dengan menjadi kecil seperti kanak-kanak yang mereka lihat itu. Dan kiranya inilah jalan lain yang mereka temukan untuk kembali ke negeri mereka. Menjadi raja, menjadi besar tidak lain dengan menjadi seperti si kecil, senasib dan sepenanggungan. Damai dimulai dari sini. Dan semoga inilah berkah natal bagi kita setelah kita merayakannya. Setelah kita mengunjungi kandang kecil itu, mudah-mudahan kita menemukan jalan baru seperti para Majus membawa damai bagi banyak orang. Graham Nash dalam lagunya, I am a simple man (sebagian saya tulis dalam renungan sebelumnya), berkata, the ending of the tale is the singing of the song. Ia mengigatkan saya untuk sekali lagi menyanyikan lagu bintang kecil di malam setelah saya menyelesaikan tulisan ini. Salam untuk anda semua!
Ronald,sx
Yaound̩, Cameroun Рepiphany du Seigneur



0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds