Hexos dan Suara di Padang Gurun

Hexos dan Suara di Padang Gurun

Seorang bule yang baru turun dari pesawat di salah satu bandara di Indonesia ketiban sial ; tas tangannya dijambret. Mukanya langsung pucat, nafasnya seperti sesak…Namun, yang mengherankan…ia tiba-tiba bisa teriak Jambreeeeeeeeeet !!!! Demikian cerita iklan permen (kalau saya tak keliru) hexos, yang dimakan si bule segera setelah dia dijambret…Berkat hexos ia bisa berteriak keras-keras hingga maling berhasil diringkus…
Setiap kali berangkat kursus, saya selalu disalami seorang bisu yang berteriak sedapat mungkin untuk bisa mengucapkan bon jour, selamat pagi… !
Teriakan adalah pengalaman paling primer semenjak kita lahir yang menyatu dalam tangisan pertama. Tangisan itu terjadi bukan karena perasaan-perasaan takut, sedih atau sakit ; perasaan-perasaan yang umumnya kita pelajari dan kita alami segera setelah kita lahir…Sebagai pengalaman primer eksistensi, tangisan menyatakan paling kurang dua hal Pertama, perjumpaan dengan kenyataan baru, dengan dunia baru…Kedua, menyatakan bahwa kita ada, menegaskan kita hidup, setelah melampaui kemungkinan dapat matinya kita saat keluar dari rahim ibu.
Selanjutnya seperti yang saya katakan teriakan dalam kesadaran kita bisa menyatakan pengalaman sakit, takut, sedih, terkejut, gembira, heran, marah, takjub, kecewa hingga mengungkapkan pengalaman personal yang sulit diungkapkan dengan kata dengan teriakan yang tanpa kata, tapi hanya bunyi. Paling umum, dalam keseharian teriakan kita pelajari sebagai tindakan yang harus diambil ketika pesan yang ingin kita sampaikan kemungkinan kurang jelas didengar, atau bisa juga untuk memaksakan agar pesan yang kita sampaikan diterima tanpa syarat. Maka teriakan tidak saja menunjukkan kita ada, tapi juga menunjukkan pada orang bahwa kita dan semua pesan-pesan kita benar-benar ada, sungguh diperhitungkan ; tidak hanya diandaikan saja ada. Demonstrasi, orasi dengan segala macam ekspresinya biasanya mengungkapkan ini.
Yohanes Pembabtis dihadirkan pada kita sebagai salah satu tokoh penting di minggu-minggu saat kita menyongsong perayaan Natal. Dia dilukiskan penginjil sebagai suara di padang gurun yang meneriakkan agar jalan Tuhan disiapkan. Ia digambarkan sebagai tokoh nyentrik, berpakian bulu unta, makan belalang dan tentu saja tinggal di padang gurun…Dia disebut suara yang berteriak di padang gurun…Bukankah ini nampak aneh dan lucu. Mana mungkin seseorang berteriak di tempat yang tak berpenghuni ? Dan rasanya hexos belum tentu bisa membuat Yohanes berteriak sekeras seperti yang pernah ia lakukan di padang gurun. Tapi kenapa akhirnya banyak orang datang kepada Yohanes untuk mengakui dosa mereka? Jangan-jangan suara yang berteriak di padang gurun adalah sindiran apakah kita masih punya telinga untuk mendengar, dan hati yang selalu tersedia bagi Tuhan?
Anda ingat kisah klasik tentang Adam dan Hawa, ketika mereka lari bersembunyi ketika mendengar suara dan langkah Tuhan yang memanggil-manggil. Dosa asal antara lain hilangnya kepercayaan bahwa hati Tuhan sudah tersedia untuk mengampuni kita. Adam dan Hawa kehilangan kepercayaan itu. Mereka diusir dari taman Eden justru karena itu. Adven dan undangan untuk bertobat terutama adalah panggilan apakah hati kita masih punya tempat untuk membiarkan diri dicintai Tuhan lebih dari kesangsian kita akan dosa yang terlampau besar? Iman adven tidak hanya berisi penantian kosong seolah-olah Tuhan tak pernah datang atau kebalikannya seolah-olah Dia lahir berkali-kali. Yesus yang hanya satu kali lahir lebih dari 2000 tahun lalu lewat masa khusus ini menanti kelahiran baru kita. Adven dengan demikian selalu bicara tentang kita, sebuah momentum untuk mempersiapkan kelahiran baru kita…Anjuran mengaku dosa pada seorang imam dalam tradisi Gereja Katolik tidak jauh dari keyakinan ini, tentu jauh melegakan dibandingkan hexos.
Sambil terisak seorang ibu di Kamerun bercerita tentang salah satu anaknya yang dibunuh, dan bagaimana dia bersusah payah untuk mengampuni pelakunya. Saya kurang tahu apa anda punya pengalaman diampuni atau dimaafkan seseorang. Dalam pengalaman saya, saya makin tahu dan makin sadar bahwa tindakan saya salah dan tidak tepat justru karena pengampunan itu; dan tidak pernah cukup dengan konsep tentang benar dan salah… Pengampunan dengan demikiantidak pernah mau mengaburkan batas antara yang salah dan benar, yang adil dan tidak adil, melainkan makin memperjelasnya, makin meneguhkannya berkat kasih Allah yang sudah terlebih dahulu mengampuni kita…Tuhan menunggu jerit dan teriak tangis kelahiran baru kita… Kalo ada tangis di Rama ketika ribuan anak dibunuh oleh Herodes, maka tangisan baru perubahan hidup anda semoga bisa menggantikan satu dari mereka dan melipatgandakan jumlah orang yang berkehendak baik membangun dunia yang adil, damai, dan tanpa perang. Selamat mempersiapkan Natal…


Ronald T
Yaoundé



0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds