KEJAIBAN KECILKU

Keajaiban Kecilku

Pekan lalu ketika hendak berangkat main bola kaki, saya dicegat seorang mahasiswa Atma Jaya - Yogyakarta. Dia butuh bantuan, mau cari informasi tentang Xaverian. Kedatangan orang ini sebenarnya sudah saya tunggu sejak dua minggu sebelumnya sebagaimana yang telah kami sepakati bersama. “Eh…malah datang waktu orang lagi mau asying-asyiknya main bola!”…Inilah perasaan saya saat itu…
Memang kemudian saya melayani tamu ini dengan baik sampai ia menemukan apa yang dia butuhkan. Sore itu perasaan saya menjadi lain…Saya bersyukur pada Tuhan karena saat itu saya bisa melampaui perasaan tidak enak itu dan beralih pada pilihan untuk melayani. Perasaan yang saya ceritakan tadi memang menunjukkan bahwa melayani tidak selalu mengenakkan. Akan tetapi, perasaan tidak menunjukkan siapa kita seluruhnya, kecuali jika kita terus berhenti pada perasaan. Kita sungguh menjadi orang yang utuh kalau perasaan dan pengalaman kita selalu kita konfrontasikan dengan pilihan dan komitmen hidup yang telah kita buat. Komitmen yang sudah aku buat seumur hidupku saat ini adalah mencintai seperti Yesus. Saya betul-betul bersyukur pada Tuhan atas pengalaman ini. Meski kecil, apa yang aku lakukan pekan-pekan lalu merupakan kejaiban yang bisa kuberikan bagi orang lain. Ajaib, karena dari sesuatu yang seolah-olah tidak mungkin untuk dilakukan karena tak terbayangkan akhirnya bisa dilakukan dan akhirnya bisa memberi kebahagiaan bagi orang lain.
Itulah arti pesta Kristus Raja yang kita peringati hari ini. Martabat Yesus sebagai Raja tidak lepas dari Salib. Di Salib Yesus setia pada pilihan untuk mencintai manusia sampai sehabis-habisnya. Dia sendiri selalu mengingatkan kita “ Barangsiapa ingin menjadi yang terbesar, hendaknya ia menjadi pelayan bagi yang lain”. Ini tentu saja merupakan pilihan yang langsung berlawanan dengan kecenderungan naluriah kita. Pada setiap kita dalam skala yang berbeda-beda ada kecenderungan atau kehendak untuk berkuasa (meminjam istilah Nietzche). Siapa dari kita yang tidak pingin dihormati, dilayani, disembah, dipuji? Tak satupun kah dari kita yang tidak ingin menjadi orang yang hebat, pemimpin, yang diperhitungkan, dst…Banyak yang kita kurbankan untuk meraih prestasi dan kedudukan.
Melayani adalah pilihan yang tidak begitu kita sukai, bisa membuat kita mengerutkan dahi, membuat kesal dan menggerutu. Sebab, waktu seperti terbuang percuma, tenaga terkuras dan kesenangan harus difunda untuk melakukan itu. Apalagi jika tidak ada contra prestasi yang nyata atas pelayanan kita itu.
Kita dipanggil untuk menjadi yang terbesar dengan melayani. Dengan melayani sekecil apa pun –asalkan dengan hati yang tulus -setiap hari kita akan ciptakan kejaiban-keajaiban kecil yang bisa mengubah dunia ini. Manakah keajaiban kecil yang anda buat hari ini, dan kejaiban apa lagi yang akan anda buat besok hari?
Mungkin itu senyum, doa bagi kawan, “selamat pagi” kepada pembantu anda, kecupan hangat dan waktu sejam saja bersama anak yang selalu anda tinggal pergi karena pekerjaan, serta Channel TV yang anda pencet untuk melihat bencana di Bangladesh -di antara begitu banyak acara hiburan – dan berdoa bagi mereka. Hanya anda yang tahu keajaiban apa yang perlu bagi orang lain hari ini.

Salam,
Ronald,s.x.

Itu adalah judul sebuah sinetron dalam salah satu stasiun televisi kita. Kiamat memang menarik untuk diomongkan. Bahkan akhir-akhir ini cukup ramai diseminarkan, didiskusikan, seolah-olah tidak tuntas-tuntasnya. Kitab suci jauh-jauh hari sudah menyediakan lahan subur bagi kita untuk merisaukannya. Celakanya, seringkali hari kiamat ini disalahmengerti. Dan sudah sejak lama pula kata kiamat ang membuat bulu kuduk merinding, telinga tidak nyaman. Kata-kata ini sudah masuk golongan pamali, pantang disebut.

Doomsday adalah kata Inggris untuk hari kiamat. Orang-orang sana memahaminya sebagai a time of final judgement, a time of catastrophic destruction and death. Sudah jelas kata ini di terlanjur memberi kesan ngeri, sedih dan was-was karena pada saat itu ada penghakiman, ada kematian dan kehancuran yang mengerikan.
Kitab Maleakhi menyebutnya lebih positif sebagai Hari Tuhan walaupun kesannya tetap membuat kita merinding: "hari tuhan datang menyala seperti perapian dan membakar orang-orang jahat bagaikan jerami. (Mal.4:1). Akan tetapi jika seluruh pasal itu anda baca, sebenarnya itu hanya metafor-metafor atau gambaran-gambaran yang sengaja dibuat oleh penulis untuk melukiskan pesan penting ini: tanggung jawab dan kesetiaan pada komitmen yang sudah kita buat di hadapan Tuhan. Ada hal positif yang digarisbawahi yakni relasi kasih dengan Tuhan. Kasih bukan hanya soal rasa-perasaan tapi komitmen dan tanggung jawab. Sebagaimana Tuhan menuntut orang Israel setia pada perjanjian yang telah mereka buat, demikian pun kita diminta untuk setiap pada-Nya. Jika kita bicara tentang relasi dan kesetiaan, maka tidak lagi relevan bicara soal hukuman. Tidak. Artinya, jika kita tidak setia, maka kita kehilangan kesempatan untuk mengalami kasih Allah yang abadi. Itulah hari Tuhan, yakni ketika kita sanggup mempertanggungjawabkan padanya kasih dan kesetiaan kita.
Yesus sendiri tidak bicara tentang hari kiamat. Bahkan Dia mengingatkan kita untuk disesatkan dengan macam-macam propaganda atau testimoni-testimoni sebagaimana dilukiskan sbb: “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang memakai nama-Ku dan berkata: ‘Akulah Dia’ atau ‘Saatnya sudah tiba’. Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan jangalah kamu takut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera Lukas (21:5-19). Dia sendiri mengatakan bahwa tentang kapan saatnya Dia sendiri tidak tahu (Markus 13:32).

Lalu kenapa dalam sejarah cukup sering ramalan-ramalan tentang akhir zaman selalu muncul? Berapa nyali kita untuk mengatakan kiamat sudah dekat atau memastikan dalam hitungan jari hari kiamat akan datang?

Seingat saya beberapa tahu lalu di Jawa Barat sebuah sekte yang dipimpin pendeta Hutasoit nyaris memimpin sebuah ritus ‘bunuh diri’masal sebagai cara menyambut hari kiamat yang sudah diramalkan sebentar lagi akan datang. Untungnya, rencana ini berhasil digagalkan polisi. Waktu kecil saya pernah membaca selebaran-selebaran yang meramalkan bahwa tahun 2000 adalah hari kiamat. Gempa, penyakit dan kesusahan besar akan terjadi. Yang sulit saya mengerti adalah itu berasal dari ramalan Bunda Maria. Saya tidak pernah percaya kalau Maria seburuk itu. Memang itu hanya isapan jempol saja. Buktinya tahun 2000 sudah kita lewati hingga sekarang.

Kemudian apa yang salah dalam pemahaman tentang hari kiamat, serta sikap macam apa yang mesti kita ambil?

Pertama, pemahaman yang salah tentang hari kiamat bersumber dari kesalahan membaca kisah Injil. Injil sinoptik yang melukiskan peristiwa ini antara lain Lukas 21:519; Markus bab 13 dan Matius 24:1-36. Memang dalam perikop-perikop itu diceritakan bahwa akan banyak sekali terjadi penderitaan baik karena bencana alam maupun akibat penganiayaan. Akan tetapi, tidak pernah dimaksudkan bahwa akan sungguh-sungguh terjadi dengan detail-detail sebagaimana diceritakan dalam Injil. Peristiwa-peristiwa itu adalah metafor untuk menyampaikan pesan bahwa penderitaan tetap ada dan bahwa mengikuti Yesus adalah pilihan beresiko yang tidak meluputkan kita dari penderitaan. Secara historis, konteks kisah ini adalah himbauan atau nasihat kepada para umat Katolik perdana yang pada abad-abad pertama dikejar-kejar dan dianiaya. Himbauan ini disampaikan dalam gaya sastra dengan maksud supaya umat sedapat mungkin setia pada iman akan Yesus. Teks-teks ini berisi himbaun untuk menghayati kemartiran karena Kristus; jadi bukan berita tentang kekalahan dan keputusasaan orang beriman pada saat itu.

Kedua, jika anda masuk hitungan orang-orang yang melihat Allah sebagai penghukum daripada sebagai Bapa yang Berbelaskasih, anda akan mudah menerima pandangan tentang hari kiamat sebagai saat hukuman. Orang-orang seperti ini akan menghayati agama atau religiositasnya dengan rasa takut. Jelas mereka tidak bahagia karena melakukan yang benar bukan karena itu benar dan baik adanya tapi karena takut. Di mana ada ketakutan, di situ tidak ada cinta. Padahal cinta adalah tuntutan mutlak untuk berelasi dengan Tuhan.

Ketiga, orang yang mudah percaya pada hari kiamat adalah orang-orang yang harus kita katakan ‘kalah’ dalam pertandingan kehidupan. Mereka adalah orang-orang yang tidak sanggup menerima kenyataan hidupnya apakah itu sakit, pengalaman ditolak dan dilukai, bangkrut, kemiskinan. Menerima bukanlah sikap pasif tapi aktif. Menerima berarti menanggung tapi sekaligus berusaha mengatasinya. Meskipun AIDS masih belum ditemukan obatnya, tapi Tuhan memberikan kita akal budi untuk terus mencari dan menemukan cara penyembuhannya. Syukur pada Tuhan atas penemuan para ahli kesehatan yang menunjukkan hasil-hasil yang signifikan meski belum maksimal. Kemiskinan kita hadapi bersama-sama dengan memberantas korupsi, mengembangkan pendidikan masyarakat. Pendek kata, jika kita malas dan putus asa, sebenarnya kiamat itulah yang kita ciptakan sendiri untuk diri kita . Sinetron Kiamat Sudah Dekat adalah satire atau sindiran untuk orang-orang yang malas, cepat menyerah dan putus asa.

Lalu apa sikap kita?

Yesus minta kita untuk tetap setia dan bertekun. Kesetiaan pada-Nya kita buktikan untuk terus bertekun mencari jalan keluar dari masalah yang kita hadapi. Untuk menyelesaikan masalah, kita butuh teman, kita butuh rekan. Dan di sinilah fungsinya Gereja.

Arti kata-kata injil bahwa tidak seorangpun tahu kapan hari Tuhan itu datang kecuali Allah sendiri sebenarnya mau mengajak kita untuk come to the present yakni untuk hidup saat ini. Hidup saat ini adalah sebuah sikap iman yang mau menyerahkan dan mempercayakan diri kita pada Allah. Kita tidak harus kuatir dan takut, karena Tuhan menjamin hidup kita. “Tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang” (Luk.21:19).Kita mesti membiarkan Tuhan bekerja, menyelesaikan apa-apa yang sungguh di luar kesanggupan dan batas-batas kemampuan manusiawi kita. Jika kita hidup saat ini dengan kepercayaan penuh pada-Nya, pada saat itulah kita berjumpa dengan Dia yang mengasihi kita. Hari Tuhan harus dilihat positif sebagai kesempatan perjumpaan dengan Tuhan; sebuah perjumpaan yang dengan sendirinya mengundang kita untuk bertanggung jawab. Ketika anda berjumpa dengan kekasih atau suami/istri anda setelah lama tidak bertemu, anda tentu dengan segera meninggalkan pekerjaan anda (cucian, televisi, pekerjaan kantor,dll) untuk menemuinya; membuatkan dia teh Sosro, bercerita sambil menyiapkan hidangan untuknya. Kita merelakan waktu, tenaga, rencana dan bahkan hidup kita demi orang yang kita cintai.

Semoga setiap hari kita sungguh-sungguh menjadikan waktu kita sebagai kesempatan untuk berjumpa Dia.

Salam,

Ronald,s.x.

Setiap 2 November orang-orang Katolik secara khusus memperingati arwah orang-orang beriman yang telah meninggal dunia. Tentang mereka yang meninggal saya punya pengalaman yang berkesan.
Dua tahun lalu waktu pulang cuti ke rumah, beberapa hari saya gunakan untuk mengunjungi sanak keluarga papa di kampung, kira-kira 70 km dari kota kecil tempat saya tinggal. Keluarga terakhir yang saya kunjungi sehari sebelum saya harus kembali ke rumah adalah kakak papa yang saat itu lagi sakit keras. Keadaannya sangat parah dan memprihatinkan. Semua keluarga sudah pasrah. Meski tidak bisa berbicara dan tidak jelas lagi melihat kehadiran saya, paman saya itu tersenyum ketika saya merangkul dan menciumnya…Lalu saya balik ke rumah saudara tempat saya menginap. Malam hari saat bercengkerama dengan keluarga tersebut, saya memutuskan untuk kembali lagi ke rumah paman yang sakit tadi untuk berdoa. Lalu saya pergi. Ketika masuk rumah, saya cukup kesal melihat tingkah beberapa sanak keluarga yang main kartu menunggu pagi. Saya kesal karena tingkah mereka itu seolah-olah ‘menunggu’ sekaligus membiarkan paman saya ‘meninggal’. Saya langsung menuju kamarnya lalu mengajak beberapa saudara yang mengelilingi tempat tidurnya berdoa.
Tanpa banyak pertimbangan saya mengajak mereka berdoa dua peristiwa rosario, dengan ujud supaya paman saya ini bisa bertahan sampai besok pagi agar bisa dibawa dan dirujuk ke rumah sakit terdekat (usul rujukan ini sebenarnya inisiatif saya). Saya memegang tangannya dan dalam keyakinan yang sungguh kami menyelesaikan dua puluh untaian doa Salam Maria. Yang sungguh mengejutkan saya adalah ketika hendak menutup doa, persis pada saat itu paman saya meninggal dunia. Saya masih ingat betul bagaimana nafas terakhirnya dihembuskan…Dia pergi untuk selamanya. Ini pengalaman pertama melihat orang yang menghadapi sakrat maut.
Maut, kematian adalah kata-kata yang sering membuat bulu kuduk kita merinding. Manifestasi-manifestasinya seperti dalam cerita-cerita horor, tempat-tempat yang angker seperti kuburan melengkapi rasa takut itu. Waktu kecil saya termasuk orang yang hampir (maaf..) pipis di celana kalau mendengar kisah horor, apalagi di suruh melewati kuburan. Itu mungkin proses alamiah yang umumnya setiap kita alami. Pelan-pelan perasaan seperti itu hilang dengan sendirinya. Justru pengertian-pengertian baru sekaligus pengalaman-pengalaman konkret sehubungan dengan kematian membuka mata saya untuk memahami dengan arif realitas yang bernama kematian itu.
Ingatan akan detik-detik terakhir hidup paman saya tadi sungguh menguatkan iman saya. Kematian adalah horizon dan batas yang membuat hidup kita bermakna. Sebuah titik di mana kita betul-betul berhenti untuk memandang Dia yang sedang menunggu dan menyongsong kita, dan mau merangkul kita hamba yang setia, yang sudah merawat dengan baik harta yang Ia percayakan pada ktia. Saya percaya, saat-saat itu, yakni saat-saat yang akan semua kita lalui, adalah saat di mana kita sungguh-sungguh menjumpai Dia yang kita imani, Dia yang sudah banyak kita dengar dan kita wartakan. Maka tidak ada alasan untuk takut. Sebaliknya kita pantas berharap. Apalagi Dia sudah mendahului kita, mengalahkan maut dengan memberi diri seutuhnya dan dibangkitkan Allah.
Saya mengajak saudara/I semua untuk berdoa bagi semua sanak keluarga kita yang telah meninggal. Kita percaya mereka yang sekarang sedang bersama Allah mendoakan kita agar sanggup memiliki iman yang sama seperti mereka: iman yang setia dan gembira untuk siap menyongsong Allah yang dengan gembira berlari mendapati dan merangkul kita hamba yang setia.

ronald,s.x.

Blogger Template by Blogcrowds