Hidup dan pekerjaan bagaikan dua sisi dari mata uang yang sama. Yang pertama ditopang oleh yang kedua. Sebaliknya yang kedua dimungkinkan yang pertama. Pekerjaan yang saya maksud adalah semua aktivitas yang kita buat untuk menopang kebutuhan-kebutuhan dasar kita (basic needs) seperti sandang,pangan dan rumah. Kita mengorbankan banyak waktu, uang dan banyak hal lainnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mendatangkan penghasilan yang lumayan atau kalau bisa berlebih. Coba kalkulasikan berapa biaya yang dikeluarkan sejak kita masuk TK hingga lulus PT. Tidak hanya biaya, tenaga dan pikiran banyak kita kuras dari memelototi buku-buku mata pelajaran hingga memelototi langit-langit kamar kost kita - pikir-pikir bagaimana caranya mendapatkan duit sementara menunggu duit kiriman orangtua yang belum datang-datang juga. Ketika kita berhasil mendapatkan pekerjaan, rasanya hati plong, lega. Apalagi jika pekerjaan itu tidak saja mendatangkan uang yang banyak tapi bergengsi. Ada nilai tambah di dalamnya yakni status, dan mungkin juga popularitas. Dalam pekerjaan akhirnya diri kita seolah-olah menemukan pelabuhan yang aman. " "Beristirahatlah jiwaku padamu segala barang dan pekerjaan"
Jika kita di-PHK, misalnya karena perusahan gulung tikar, kita cemas dan bingung. Pesangon yang meskipun kadang-kadang besar, hanya menghibur kita sementara saja. Ketiadaan pekerjaan membuat hidup dan masa depan kita tidak pasti. Apalagi jika kita dipecat dari posisi atau jabatan yang cukup strategis, hidup seolah kehilangan penopangnya. Pengalaman ini tentu tidak pernah diinginkan oleh siapapun yang 'normal'; tidak ada yang mau kehilangan pekerjaannya apalagi jabatan yang strategis dan bergengsi. Bahkan, tidak sedikit dari kita yang berusaha mempertahankannya dengan banyak macam cara, dengan sikap ABS pada bos/atasan sampai nyogok sana sini. Kita tidak ingin status kita di tengah masyarakat hilang. Sikap seperti ini tidak pernah membuat kita at home dengan pekerjaan kita, bahkan seringkali kreativitas tidak berkembang baik.Lain rasanya jika kreativitas itu tumbuh dari dorongan dalam diri daripada kreativitas yang dipaksa untuk menyenangkan orang lain - dalam hal ini bos/atasan. Pekerjaan menguasai kita,dan kita tidak bahagia karenanya.
St. Yohanes Pembabtis yang kemartirannya kita peringati hari ini membantu kita untuk tetap menjaga profesionalitas dalam pekerjaan kita dengan kesetiaan pada tugas, keberanian untuk mengoreksi dan membangun perusahaan atau tempat kerja kita, dan siap kadang-kadang ambil resiko dijauhi oleh rekan-rekan bahkan dipecat atasan. Beranikah anda? Mungkin anda bisa bertanya:"lalu bagaimana masa depan saya? siapa dan apa yang bisa menjaminnya?" Jangan kuatir, percayalah pada kemampuan diri anda. Kemampuan dan ketekunan anda yang menentukan apakah anda mampu bersaing di tengah rekruitmen tenaga kerja yang baru. Dan percayalah pada sabda Tuhan ini "Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan, pakaian ataupun hiasan?" Bukankah burung di udara yang tidak menabur dan menuai selalu mendapat makanan dari Tuhan. Apalagi kita manusia dan anda yang mencintai kebenaran.
Salam,
Ronald,s.x.



Kita memperingati pesta orang besar dalam sejarah Gereja, St. Agustinus dari Hippo. Kebesaran Agustinus bukan terutama terletak pada kepandaian dan karirnya, tapi terutama karena teladan hidup yang dia tinggalkan. Dia menghidupi betul apa yang dikatakan Yesus dalam Injil hari ini " keadilan, belaskasihan dan kesetiaan lebih penting dari pada persembahan, persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan." (Matius 23:23) Kesetiaan dan kasih Agustinus pada Tuhan dibuktikannya sampai akhir hayat melalui segudang petualangan dan karya sebagai rahib, imam, pengkhotbah uskup dan akhirnya pujangga Gereja. Dia persembahakan seluruh karyanya setiap hari dalam doa yang terkenal ini:" Gelisah hatiku sebelum istirahat pada-Mu, bilakah aku akan tiba dan memandang wajah-Mu". Tuhan, bagi Agustinus, adalah daya tarik yang membahagiakan sekaligus menggelisahkan. Dia menjalani tugas dan karyanya dengan baik tapi pada saat yang sama mempercayakan pada Tuhan penyempurnaan karyanya itu. Ini sikap seorang yang rendah hati sekaligus adil. Adil karena dia memberikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan: menyempurnakan karya-karya kita.
Apakah anda punya kerinduan yang sama dengan Agustinus? Semoga kerinduan itu meneguhkan semangat anda dalam berkarya memuliakan Dia.

------
Agustinus lahir dan besar sebagai orang Katolik di Tagaste. Tapi di masa mudanya ia meninggalkan iman Kristiani dan menikah dengan seorang perempuan secara tidak sah. Setelah tinggal bersama perempuan itu beberapa tahun, mempunyai seorang anak dan aktif dalam gerakan heretik manikeisme, Agustinus pun kembali bertobat. Pertobatannya terjadi berat doa sang ibu, St. Monika dan St. Ambrosius. Ia kemudian menjual semua hartanya dan memberikannya kepada orang miskin, juga mendirikan biara. Ia berkat karya-karyanya dianugerahi gelar sebagai pujangga Gereja.


Bacaan: Matius 23:13-22 "Yesus mengecam ahli-ahli taurat" (bag.II)
Lebih dari sebulan yang lalu, ketika jalan-jalan di kota Padang-Sumatera Barat, cukup sering saya melihat banner kecil yang tertulis di belakang beberapa angkutan umum: TAAT KALAU TIDAK ADA YANG LIHAT! Anda tentu mengerti maksudnya. Di Jakarta, bukan bannernya yang sering saya lihat tapi kelakukan para pengguna jalan. Di mana-mana banyak yang tidak sabaran menanti nyala traffic light dari merah berganti hijau; sebelum hijau dan pas polisinya tidak mangkal di lampu merah, beberapa kendaraan sudah wusssss.....Banner tadi, bagi saya, adalah potret kita, potret masyarakat kita.
Injil hari ini melanjutkan litani kecaman Yesus atas sikap munafik ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Tentu tidak semua ahli taurat dan orang Farisi itu munafik, dan pasti mereka-mereka yang dikenal Yesuslah yang dikecam. Kita juga bisa keliru jika memikirkan bahwa umumnya citra ahli-ahli Taurat dan orang Farisi itu buruk. Sabda dan kecaman itu harus dibaca sebagai kecaman untuk kita.
Kemunafikan adalah sikap yang dikecam Yesus. Kecenderungan ini bisa menimpa siapa saja. Kalau diselidiki, munafik adalah bagian dari mekanisme pembelaan diri. Kita berusaha menutupi diri, sikap dan tindakan kita yang sebenarnya dengan sikap dan tindakan lain agar kita tetap diterima, diakui dan lebih lagi disanjung dan dipercaya. Di hadapan orang, kita bersikap dan bertindak sesuai yang mereka harapkan. Padahal, sebenarnya dan jika tidak ada yang memperhatikan kita, baru kita melakukan apa yang sesungguhnya kita. Kalau mau jujur, dalam skala kecil, kecenderungan ini ada pada setiap kita - dalam salah satu bagian perkembangan kepribadian kita sebagai manusia, khususnya pada perkembangan masa kanak-kanak. Maka, jika kecenderungan ini tetap main peranan dalam hidup kita saat ini, kita masih kanak-kanak. Kemunafikan sebagai sikap kanak-kanak dalam skala yang lebih besar terungkap dalam sikap Asal Babe Seneng. Kita melakukan sesuatu bukan karena sesuatu itu berguna, penting dan bermanfaat bagi kita tapi supaya atasan, pimpinan kita menerima dan menyukai kita. Kemunafikan bisa terjadi dalam dan di mana saja. Pendek kata, kemunafikan tidak pernah akan membawa kita pada relasi pribadi yang otentik, sehat dan wajar.
Pun dengan Tuhan - dan inilah yang kiranya dimaksudkan Yesus dalam kecamannya-kita tidak mungkin mengalami perjumpaan yang otentik, jika kemunafikan menjadi dasar hubungan kita; bukan cinta tapi rasa takut. Kita ingin 'membeli' perhatian, cinta dan belaskasih Tuhan dengan macam-macam cara:kesalehan, derma, sedekah, misa hari minggu, misa tiap hari, dlll tapi sebenarnya kita tidak sungguh menghendakinya. Kita takut dibilang 'ini' atau dikatain 'itu' jika kita tidak melakukannya. Kita lupa bahwa cinta dan belas kasih Tuhan itu just for free, tidak bisa dibeli. Kemunafikan akan menyulitkan Tuhan untuk mencintai kita; bukan karena Ia tidak mau, tapi karena kita tidak sepenuhnya mengizinkan Dia mengasihi kita. Bagaimana mungkin dia mengenal dan mengasihi kita jika kita menutup diri kita?
Menjadi otentik, adalah perjuangan kita hari ini dan sepanjang hidup kita supaya makin lama kita makin seperti Yesus. Menjadi seperti Dia adalah pilihan yang tidak mudah, bagaikan masuk ke pintu yang sempit. Yesus adalah pribadi yang otentik baik di hadapan manusia maupun di hadapan Bapa-Nya. Dia orang yang terus terang, tidak segan-segan mengeritik. Permusuhan dengan kaum farisi dan ahli Taurat adalah harga yang harus dibayar Yesus atas otentisitasnya itu.

Untuk direnungkan:
1. Apakah hubunganku dengan pasanganku sungguh otentik? Sampai di mana otentisitas hubungan cinta itu dapat kupertanggungjawabkan? Apa yang mendasari aku mencintai pasanganku saat ini?
2.Apakah aku juga dalam doa-doaku bisa terus terang pada Tuhan, tidak banyak bicara tapi dengan hati yang percaya pada belaskasih Allah, mengakui semua kesalahanku?
3. Apakah sebulan, setahun ini aku sudah merayakan sakramen tobat?

salam,
ronald,s.x.


Bacaan Injil "Siapa yang Diselamatkan" Lukas 13:22-30
"Berjuanglah melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu, banyak orang akan berusaha masuk, tetapi tidak akan dapat" (ay.24b). Itu jawaban Yesus atas pertanyaan seseorang yang ditemuinya dalam perjalanan menuju Yerusalem. Pertanyaan orang itu " Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?". Kalau diperhatikan kata-kata Yesus sebenarnya tidak menjawab pertanyaan orang tadi. Jawaban yagn dibutuhkan orang itu hanya sederhana: banyak atau sedikit. Itu saja.
Pertanyaan orang itu, rasa-rasanya, adalah pertanyaan dari kebanyakan kita. Bukan hanya sedikit atau banyakkah yang diselamatkan; tapi siapa sajakah yang diselamatkan? Tak sedikit juga dari kita yang terlalu percaya dan lantas terlanjur memutuskan bahwa orang yang beragama A itu kafir dan tentu tempatnya di neraka; atau yang mirip dengan itu, "agamaku paling benar dan karena itu hanya orang-orang dari agamakulah yang pantas menempati kursi di surga" Kita seolah-olah Tuhan saja. Yesus saja tidak mau tahu soal itu. Ingat bagaimana ketika ibu dari anak-anak Zebedeus mengajukan pertanyaan yang hampir serupa, tentang apakah anak-anaknya akan duduk di kiri dan kanan Yesus untuk memerintah sebagai raja? Yesus menjawab ibu itu dengan mengatakan " tentang duduk di kiri atau di kananku, itu bukan urusanku.Itu urusan Bapa". Maka, pantaslah kita sadar bahwa bukan urusan kita untuk mengetahui apalagi menentukan siapa yang diselamatkan dan siapa yang tidak. Kita tidak punya hak untuk itu kecuali Allah sendiri.
Kepada para murid yang marah dengan anak-anak Zebedus - karena pertanyaan ibu mereka tadi-Yesus malah meminta supaya mereka menjadi pelayan. Siapa yang terbesar hendaknya ia jadi pelayan. Artinya, Yesus menghendaki kita agar tidak menghabiskan waktu dan energi kita untuk menghakimi siapa yang selamat dan siapa yang bukan; tapi Ia meminta kita untuk hidup dan merayakan anugerah keselamatan yang diberikan Allah kepada kita.
Keselamatan itu adalah anugerah untuk semua. Apakah anugerah itu diterima dengan baik atau tidak, itu soal lain. Pintu surga saya kira selalu terbuka untuk kita. Pintu itu jangan dibayangkan sama seperti pintu yang kita kenal. Pintu surga adalah pintu perjumpaan yang otentik dengan Allah. Dengan melewati pintu, kita akan mengalami suasana rumah dengan segala isinya. Dengan memasuki pintu surga, kita mengalami Allah secara penuh. Pintu itu sebenarnya adalah Kristus Yesus sendiri. Hanya melalui Dia lah kita mengalami Allah. Melalui Dia berarti HIDUP SEPERTI DIA dan ini memang pilihan tersulit yang pernah ada. Mengikuti dan hidup seperti Yesus berarti menjadi pelayan, siap merelakan seluruh hidup kita bagi Allah dan cinta kepada sesama tanpa syarat. Ini jalan yang paling sulit karena menuntut dari kita untuk merelakan banyak hal. Mungkin karena jalan ini sulit maka Yesus menyebutnya sebagi pintu yang sempit; sempit karena kita harus berjuang masuk dan harus berhadapan dengan begitu banyak orang yang 'kembali', 'pulang' karena tidak sanggup mengikuti jalan ini. Banyak orang, dan mungkin anda yang membaca renungan ini, tidak rela jika harus meninggalkan banyak hal; tidak rela kalau tidak dilayani; tidak rela kalau kesenangan, kuasa dan kemudahan lenyap dari genggaman kita. Ini jalan sempit. Pantas jika Yesus meminta kita berjuang.
Saudara-saudariku, mari kita berjuang, melawan arus zaman dan massa yang mendewakan kuasa dan kesenangan. Arus itu kuat. Marilah kita melawannya dengan dayung dan perahu kesetiaan, ketekunan, iman, harapan dan yang paling penting adalah cinta kasih. Mencintai seperti Yesus adalah jalan sempurna menjumpai Allah. Tidak cukup berbuat baik, tidak cukup menjadi orang baik.Kita mesti menjadi seperti Yesus agar Dia jangan sampai ketika bertemu dengan kita berkata "Aku tidak mengenal kamu"!
Mari saling mendoakan untuk melalui jalan sempit itu.
salam,
ronald,s.x.


Sepertinya sudah menjadi 'hukum' atau atauran tak tertulis untuk meletakkan beberapa lembar uang di atas meja setelah kita meninggalkan sebuah restoran. Uang itu adalah tip bagi pelayan yang menyiapkan meja. Bayangkan betapa repotnya kita, jika di restoran kita harus menyediakan sendiri meja. Tentu, waktu yang mestinya kita pakai untuk bercengkerama dengan keluarga atau rekan kita, habis untuk mencari menu, menghubungi koki lalu menunggu apakah pesanan kita jadi dibuat atau tidak.
saya kira di balik kebiasaan memberi 'tip' bagi pelayan, ada satu keutamaan yang patut terus dipelihara - meski mungkin makin kurang disadari - yakni penghargaan terhadap pelayan serta tugas pelayanan itu sendiri. Sederhananya, pelayan adalah pekerjaan yang membuat orang bahagia, betah, membantu orang lebih menikmati sesuatu entah itu makanan, jasa dan lain sebagainya.
Yesus hari ini, setelah mengeritik cara dan sikap hidup ahli-ahli taurat, mengajarkan arti penting pelayanan. "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu". (Mat.23:11).
Menjadi terbesar dan menjadi pelayan adalah dua pilihan yang kelihatannya bertolak belakang. Biasanya, kalau menjadi orang besar, orang berada, orang kaya dan terhormat, kita ingin untuk dilayani, ya karena kita penting. Semua kita, tanpa terkecuali, punya keinginan dan kecenderungan untuk menjadi besar, menjadi yang utama. Pendeknya, kita pingin dicintai dan diterima. Dan ini normal.Menjadi tidak normal kalau keingianan itu berlebihan yang ungkapannya bisa dalam kecenderungan untuk menguasai, menuntut atau memaksa dan lupa bahwa orang lain juga butuh diperlakukan sama; orang lain juga butuh dilayani dan dicintai. Maka, menjadi besar pada dasarnya disertai kesadaran untuk menjadi kecil, menjadi orang yang siap melayani dan mencintai sesama dengan seluruh pelayanan kita.
Lalu bagaimana mungkin orang yang melayani disebut 'terbesar'; bahkan lebih besar dari orang yang dilayaninya sendiri? Tentu, Yesus tidak memaksudkan bahwa ajudan presiden lebih besar dari pada presidenitu sendiri atau seorang satpam bank BNI lebih besar dari direkturnya. Yesus tidak bermaksud demikian meski orang-orang itu pekerjaannya adalah pelayanan.Hati-hati.., tidak setiap pekerjaan melayani sungguh-sungguh merupakan pelayanan. Yang dimaksudkan Yesus dengan pelayan adalah orang yang dengan sengaja memilih untuk merelakan waktu, pekerjaan, tenaga dan seluruh hidupnya demi orang lain tanpa syarat (tanpa mau dapat balasan, bukan karena itu kewajiban), tapi orang yang melakukannya karena dia mengalami dicintai dan dikasihi Allah. Maka masuk akal kiranya mengatakan bahwa orang yang melayani dengan cinta sejati adalah orang yang terbesar karena hidupnya tidak 'sempit', 'kecil' akibat terlalu memikirkan diri sendiri; terbesar karena ia membiarkan Allah dan orang lain memperkaya hidup-Nya. 'Kantong' hidupnya sepertinya siap menampung semua rahmat dan kebaikan yang dia terima dari tindakannya mencintai orang lain.
Lebih lagi, kebesaran kita bukanlah semata-mata usaha kita tapi lebih merupakan anugerah atau rahmat istimewa dari Allah. Anugerah itu adalah kebenaran diri kita sebagai anak-anak-Nya. Saya percaya, setiap orang diberi karunia yang sama banyak, meski bentuknya berbeda beda. Tuhan itu adil, Dia memberi kepada semua kita anugerah yang sama. Beethoven yang dikaruniai kejeniusan mendapat anugerah yang sama dengan anda, meski anda tidak dapat bermain musik seperti dia. Anda punya kemampuan lain, misalnya selalu menghibur orang dengan obrolan dan canda anda. Jangan pernah merasa kuatir akan kemampuan anda. Berhentilah membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Pikirkanlah sekarang apa yang anda punyai, apa pun itu. Syukurilah dan mulailah melayani orang lain dengan anugerah itu. Kita hanya bisa mencintai karena kita sudah terlebih dahulu dicintai oleh Allah; bukan hanya dengan mengaruniakan hidup beserta segala kemampuan kita, tapi Dia memberikan anak-Nya sendiri yakni Yesus Kristus. Maka, jadilah pelayan Tuhan. Dan biarkanlah hidup anda terus menjadi kantong yang besar, yang tahan lama menerima anugerah dan rahmat Allah karena anda sudah melayani!
Ronald,s.x.


Bacaan: Yohanes 1:45-51
Hari ini Gereja memperingati St. Bartolomeus. Dia adalah satu di antara murid Yesus di luar bilangan keduabelas rasul yang mengenal dan mengalami Yesus. Sejatinya, dia adalah orang Yahudi, ahli taurat lagi. Saat Yesus muncul dan menimbulkan gerakan baru dalam yudaisme pada waktu itu, Bartolomeus yang lebih dikenal sebagai Natanael Bar-Tolmai, tidak mau ikut arus. Dia tidak mau asal percaya saja sebelum membuktikan apa benar Yesus itu seperti yang diceritkan dan dielu-elukan banyak orang, apa benar dia pantas dipercaya. Maka, ketika Filipus mengabarkan bahwa ia telah berjumpa dengan Mesias, Natanael dengan ragu bertanya "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Keraguannya sebenarnya didasari kerinduan untuk sungguh-sungguh menjumpai Yesus. Oleh karena itu, tidak heran, jika dia langsung mengikuti ajakan Filipus " Mari dan lihatlah!.
Perjumpaannya dengan Yesus sungguh mengesankan. Natanael tidak menyangka bahwa orang yang semula diragukannya justru mengenalnya lebih banyak. " Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara."Bukan itu saja, Yesus memuji dia sebagai orang yang aseli, tidak palsu. Kelebihan pribadi Natanael bukan hanya terletak pada sikapnya yang tidak ikut arus, tapi pada kerinduannya untuk mencari wajah Allah yang otentik. Itulah kiranya pesan utama tokoh Bartolomeus yang kita peringati hari ini.
Beberapa waktu lalu muncul berita tentang penampakan ini atau penampakan itu. Tidak sedikit orang yang percaya begitu saja walaupun berita itu hanya isapan jempol. Kita memang tidak sedang meragukan peristiwa ajaib seperti itu, tapi sebenarnya yang lebih penting adalah memelihara terus kerinduan untuk mencari wajah Alah yang otentik dalam perjuangan hidup kita. Wajah Allah yang otentik itu adalah Kristus sendiri. Di salib, kita tahu siapa Allah itu yakni Dia yang mencintai dan mengasihi kita tanpa syarat. Otentisitas wajah Yesus kita temukan dalam pengalaman sehari-hari jika kita mau selalu membuka mata dan telinga;mata untuk melihat kebutuhan-kebutuhan mereka yang tertindas, telinga dan kehendak yang kuat untuk membedakan mana kehendak Tuhan dan mana rencana pribadi kita. Anda dan saya selalu dalam perjuangan untuk terus mencari dan memuliakan Dia dalam segala.
Peliharalah Terus Kerinduan Anda Ini Setiap Hari.


Salam,
ronald,s.x.


Bacaan Injil "Perumpamaan tentang perjamuan kawin" Lukas 22:1-14

Hidup kita akrab dengan pesta. Entah apa rasanya dan apa jadinya, jika pesta tidak pernah menjadi tradisi masyarakat manusia? Orang-orang dari setiap kebudayaan memiliki tradisi yang khas untuk berpesta. Yang sama dalam setiap pesta adalah pesta selalu merupakan pernyataan kegembiraan secara publik, kegembiraan yang menentukan dalam hidup seseorang; kegembiraan karena kelahiran anak baru,kegembiraan karena diresmikannya bahtera rumah tangga yang baru, kegembiraan karena selamat dari malapetaka, dan seterusnya dan seterusnya. Si tuan pesta mengungakpkan kegembiraan itu dengan mengundang rekan-rekan dekatnya, keluarga dan para sahabat untuk ikut ambil bagian dalam kegembiraan itu. Maka, menghadiri pesta berarti berpartisipasi, ikut serta dalam hidup si tuan pesta; bukan hanya kegembiraannya tapi seluruh pengalaman yang sudah dan akan dialaminya. Pesta dengan demikian, adalah perayaan akan hubungan komuniter manusia yang satu dengan yang lainnya. Dengan ikut pesta, kita secara tak terkatakan ingin menyampaikan bahwa " kita ingin mengecapi hidup si tuan pesta sepenuhnya dalam pengalaman susah dan senang".
Yesus hari ini bicara tentang pesta untuk mengajarkan makna Kerajaan Allah. Allah sendiri,si tuan pesta, mengundang semua manusia, kita, anda, untuk masuk mengecapi kekayaan dan kelimpahan hidup-Nya. Kerajaan Allah tidak lain adalah hidup Allah sendiri yang dianugerahkan secara cuma-cuma pada kita. Ia telah mengorbankan miliknya untuk pesta itu, yakni anak-Nya sendiri. Yesus adalah anugerah hidup Allah bagi kita. Yesus dianugerahkan untuk semua orang. Karena anugerah itu cuma-cuma, setiap orang pun bebas untuk menerima atau menolaknya.
Kalau anda ditawarkan sesuatu, dan jika anda menghendakinya, tentu anda mengulurkan tangan untuk menerimanya. Akan tetapi, tidak setiap uluran tangan mengungkapkan sikap menerima yang otentik. Anda,misalnya, dikatan tidak sopan jika menerima pemberian seseorang dengan tangan kiri; atau tidak menghormati si pemberi jika anda menerimanya dalam keadaan tangan yang kotor. Saya hanya mau menunjukkan bahwa ini sama dengan apa yang dimaksudkan Yesus bahwa setiap orang yang mau menerima hidup Allah dalam dirinya mesti punya dress code yang tepat. Dress code itu apa menurut anda? Saya kira, dress codenya adalah keterbukaan hati, kegembiraan, serta kepercayaan pada-Nya. Hati yang terbuka adalah hati yang siap selalu setiap hari untuk bekerjasama dengan Yesus. Setiap hari saya selalu doa " Tuhan, terima kasih atas panggilan saya ini, semoga saya melewati hari ini bersama-mu dengan setia. Hati yang gembira dan percaya adalah hati yang hanya memberi tempat bagi Yesus dan bukan kekuatiran tentang makanan, relasi , masa depan, uang dan hal-hal lain. Sudahkah anda punya dresscode ini?


Bacaan Injil " Kisah seorang tuan yang memberi upah kepada para hambanya"

Perupamaan ini menarik. Sepintas ketika membaca perumpaan tersebut terbersit antipati atau tidak setuju dengan tindakan yang diambil tuan tanah ini. Dia memberi upah yang sama kepada para pekerja meskipun jumlah waktu kerjanya berbeda satu dengan yang lainnya. Masakan yang baru bekerja satu jam mendapatkan upah yang sama - satu dinar - dengan mereka yang sudah bekerja belasan jam? Akan tetapi, ketika mengikuti dan mencermati dengan baik maksud perumpamaan ini, kita akan berdecak kagum. Yesus tidak bicara soal apa yang adil menurut pandangan kita. Yah.., kita bisa bicara soal macam-macam keadilan. Dalam konteks perumpamaan ini, antipati kita bisa didasarkan atas pandangan tentang keadilan komutatif. Para pekerja telah menukar tenaga mereka selama beberapa jam dengan uang satu dinar. Mestinya, berdasarkan jumlah kerja, upah setiap orang dengan jumlah jam kerja yang berbeda, harus berbeda pula. Tetapi, jika diperhatikan dengan baik, sejak awal memang sudah ada kesepakatan antara si tuan dan para pekerja bahwa mereka bersedia dibayar satu dinar sehari. Dalam hal ini, tidak ada alasan juga mempersalahkan si tuan.
Yesus sebenarnya mau bicara tentang arti keselamatan. Keselamatan itu bukan bergantung pada siapa yang lebih dahulu ditentukan untuk diselamatkan atau siapa yang lebih kemudian; tidak bergantung pada siapa yang paling baik dan paling benar;siapa yang paling suci dan paling berdosa; agama atau sukunya apa. Bukan! Keselamatan itu adalah anugerah yang sama dan khas untuk semua. Maka, tidak pada tempatnya jika meributkan siapa yang paling layak masuk surga atau tidak seperti beberapa teman kita di tanah air yang begitu percaya bahwa agama lain itu kafir dan buruk.
Kisah ini juga berisi kritik tajam untuk kecenderungan kita yang terlalu banyak menghabiskan energi kita dengan membanding-bandingkan kelebihan yang satu dengan yang lain daripada mensyuri dan mengembangkan anugerah Allah dalam diri kita. Banyak orang yang tidak bahagia karena meratapi kekurangannya dan pada saat yang sama merindukan keadaan/status orang lain dan lupa bahwa ia memiliki kemampuan lain yang khas dan berguna.
Maka injil hari ini mengajak kita untuk merenungkan sejauh mana kita sudah secara maksimal mengembangkan kemampuan-kemampuan kita? Apakah juga kita masuk hitungan orang-orang yang suka membanding-bandingkan, yang akhirnya tidak pernah menerima diri sendiri?
Semoga anda makin menjadi pribadi yang percaya diri, mensyukuri dan mengembangkan seluruh hidup anda bagi kerajaan Allah.
Salam,
ronald,s.x.

Lepas Bebas


Bacaan: Matius 19:23-26 tentang orang kaya dan kerajaan surga

Mustahil kita mengalami perjumpaan dengan Allah secara sungguh-sungguh jika hati dan hidup kita masih terikat pada hartamilik dan kekayaan kita. Sebab karena terlalu memikirkan kekayaan,prestasi, dan harta milik itu, hati kita tidak lagi menyediakan tempat bagi Allah untuk dicintai. Maka tak heran Yesus mengatakan " lebih mudah seokor unta masuk sebuah lubang jarum daripada seorang kaya masuk kerajaan sorga". Yesus sama sekali tidak pernah mengecam kekayaan atau sebaliknya memuja kemiskinan/kemelaratan. Ia bahkan ingin agar orang keluar dari situasi kemiskinan dan ketertindasan. Yesus sebenarnya meminta para pendengar dan pengikutnya untuk memiliki hati yang lepas bebas; hati yang memberi tempat bagi cinta pada Allah lebih daripada segala sesuatu; hati yang juga merelakan semua milik itu dipergunakan bagi orang lain, demi kebahagiaan dan kebaikan sesama. Hati yang lepas bebas adalah hati yang tidak menginginkan yang lain selian Allah. Siapa pun, entah dia orang kaya atau orang miskin, bisa memiliki anugerah hati yang lepas bebas ini. Orang yang mengaku miskin tapi hatinya penuh kerinduan akan banyak hal, sebenarnya kaya. Dan orang seperti ini memang sulit mengalami perjumpaan dengan Allah yang otentik.

From Hero to Zero


Menjadi sempurna sebenarnya adalah impian kita semua. Ungkapan lainya mungkin adalah hasrat untuk berkuasa, memiliki harta yang banyak dan pengaruh yang besar. Ini adalah bagian dari survivalitas kita. Tanpa hasrat-hasrat itu kita tidak bisa bersaing dan bertahan hidup.
Logika untuk menjadi sempurna selalu berbading lurus dengan kemampuan untuk memiliki atau melakukan banyak hal. Orang-orang kita di belahan Timur mengejar kesucian dengan beragam cara, mulai dari bersemadi berhari-hari, berdevosi berbulan-bulan, hingga melakukan aneka ritual sesaji yang tidak sedikit pula.
Injil hari ini mengisahkan hasrat seorang pemuda untuk menjadi sempurna, yang ingin mencapai hidup kekal. " Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" demikian pertanyaan si anak muda. Jawaban Yesus mengejutkan. Menjadi sempurna tidak cukup dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik, atau memiliki keutamaan-keutamaan yang baik. "Jika engaku hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikimu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kepadaku dan ikutlah Aku".
Kata-kata Yesus menjungkirbalikan pemahaman orang akan kesempurnaan. Kesempurnaan tidak terletak pada keyakinan bahwa perbuatan-perbuatan baik yang telah saya lakukan, cukup menjamin saya untuk bahagia. Apalagi pada banyaknya harta yang dimiliki. Bukan! Kesempurnaan terletak pada kemampuan untuk mencintai tanpa syarat dan batas. Mencintai tanpa batas selalu juga berbanding lurus dengan kesediaan untuk tidak saja merelakan dan memberikan seluruh harta milik kita kepada yang membutuhkan, tapi juga pada sikap kerendahan hati bahwa Tuhanlah yang memungkinkan kita bisa begitu. Karena Dia sudah terlebih dahulu mengasihi kita, maka tidak ada alasan untuk tidak merelakan hidup kita bagi Dia dan sesama.
Pemuda itu sedih bukan hanya karena hartanya banyak. Tapi, dia sebenarnyajuga kurang rendah hati. Dia merasa hanya usahanyalah saja yang memungkinkan dia mencapai kesempurnaan. Padahal kesempurnaan dan hidup kekal itu adalah anugerah cuma-cuma dari Allah yang pantas selalu disyukuri.
Yesus sendiri mencintai tanpa batas. Dia merelakan semua yang ada pada-Nya; keluarga dan orang-orang yang dicintai, karyanya, harga dirinya, pakian-Nya dan hidup-Nya. Namun ingat, di akhir hayat-Nya Dia menyerahkan semua-Nya kepada Bapa "Ke dalam tangan-Mu kuserahkan hidupku". Ini pernyataan kerendahan hati Yesus yang paling dalam dan jelas. To be hero is to be zero. Yesus menjadi besar dengan mengosongkan diri-Nya dan memberi hidup-Nya bagi yang lain.
Semoga kerendahan hati itu juga menjadi milik anda setiap kali anda mengerjakan kebaikan bagi yang lain.
salam,
ronald,s.x.


Bacaan: Lukas 12:49-53 " Yesus Membawa Pemisahan"

Teman-teman ytk.,
Renungan ini tidak bermaksud mengomongkan lirik lagu yang dilantunkan diva kita Krisdayanti yang populer itu. Saya hanya terkesan dengan kata pertamanya: pilihlah. Imperatif atau seruan ini sebenarnya mendatangi hidup kita setiap hari atau paling kurang dan paling sering akrab di mata dan telinga kita. Anda yang tinggal di kota-kota besar, bisa selalu mendapati papan-papan iklan, bilboard dan baliho-baliho lainnya yang berbaris megah menawarkan beragam produk terbaru secara memikat dan kadang menggoda anda untuk berhenti atau menepikan kendaraan anda lalu membeli produk itu. Apapun produknya dan berapapun besarnya papan iklan itu, setiap papan iklan implisit menyerukan kata tadi: pilihlah. Bukan itu saja, tapi : pilihlah aku!
Mimilih yang satu, berarti merelatifkan yang lain atau kasarnya yang lain kurang penting dibandingkan yang kita pilih. Jika kamu memilih Desi menjadi pacarmu, kamu harus merelakan Susi dengan segala kelebihan yang sebenarnya tidak dimiliki Desi. Injil di hari minggu biasa XX ini sebenarnya juga berbicara tentang arti tindakan memilih itu. Yesus datang membawa pemisahan. Artinya, Yesus mesti menjadi pilihan yang khas, beda dan tidak bisa disamakan dengan pilihan lainnya. Yesus mau menyadarkan kita bahwa Dia adalah satu di antara sekian pilihan. Keputusan diserahkan kepada kita.
Bagi Yesus, memillih Dia berarti harus radikal. Dia selalu mengungkapkan kiasan ini "tidak mungkin seorang hamba mengabdi kepada dua tuan. Karena tentu di akan membenci yang satu, dan akan mengasihi yang lain." Memilih Yesus sebagai pedoman dan cara hidupmu berarti hidup seperti Dia. Memilih Dia samahlnya mengatakan yang lain tidak penting. Rasul Paulus bahkan mengatakan bahwa yang lain adalah sampah setelah dia mengenal Yesus.
Yesus datang melemparkan api yang membuat kita 'hiruk-pikuk', membawa 'pertentangan'. Maksudnya, pertama, dengan memilih Yesus dan hidup seperti Dia, kita siap untuk kehilangan banyak hal, mungkin teman, pekerjaan, keluarga, harta benda. Akan tetapi, pada saat yang sama, dia mendapatkan kebahagiaan yang nilainya tidak dapat disamakan dengan semua yang hilang darinya. Pak Rudi, memutuskan untuk tidak memenuhi permintaan atasannya untuk me-mark up laporan keuangan perusahan kepada direksi. Dia rela pangkatnya tidak naik-naik selama beberapa tahun. Akan tetapi, dia selalu merasa bahagia dengan keputusannya. Tidurnya selalu nyaman dan pulas. Orang yang mencintai kebenaran, seringkali menuai musuh. Mereka yang bersekutu dengan kejahatan biasanya punya banyak teman.
Kedua, dengan memilih Yesus, kita siap mengalami pertentangan melawan diri kita sendiri. Karena Yesus menjadi pilihan kita, maka Dialah yang menjadi referensi, acuan dan pedoman yang menilai semua tindakan kita. . Sebab D Apa benar hari ini aku bekerja dengan jujur? Apakah caraku menanggapi rekanku hari ini sesuai dengan cara Yesus atau tidak, penuh kasih dan pengertian atau penuh curiga dan penghakiman? Banyak macam lagi pertanyaan yang bisa diajukan. Pendeknya, Yesus mesti selalu menjadi pertanyaan bagi kita setiap hari.
Tips untuk anda yang sibuk: bagus kalau pertanyaan-pertanyaan serupa dibuat. Misalnya jam 5 setelah kerja anda buat reminder di ponsel anda dengan kalimat "bagaimana dengan Yesus hari ini?". Maksudnya, ini membantu anda untuk merenungkan apa yang anda lakukan selama seharian, sambil menunggu bisa kota atau dalam perjalan pulang.
Semoga anda tetap membuat Yesus menjadi pilihan yang paling mengasyikkan,menjanjikan, membahagiakan di antara pilihan-pilihan yang tengah menjamur di dunia ini. Semoga seperti seruan rasul Paulus kepada orang Ibrani, kita terus berjuang dalam perlombaan ini untuk membawa sebanyak mungkin orang pada Kristus. Sebab Dialah yang menghantar kita pada kebenaran dan kebahagiaan sejati.
Pilihlah Yesus jadi pacar dan pasangan jiwamu.

ronald,s.x.


Bacaan: Matius 19:13-15 " Yesus memberkati anak-anak"

Yesus menegur para murid yang menghalangi beberapa anak yang dibawa untuk mendekati Dia. "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan Allah". Apa maksud kata-kata Yesus? Apa benar kerajaan surga itu dihuni oleh anak-anak? Tentu bukan itu maksudnya. Anak-anak umumnya memiliki beberapa kecenderungan yang khas seperti memiliki curiosity atau rasa ingin tahu yang besar. Apa ini, siapa itu? Itu pertanyaan dasar yang dilontarkan anak-anak ketika dia mulai mengalami dunia. Bahkan jauh sebelum dia sanggup berbicara, anak kecil biasanya sudah mencoba mengetahui, menyentuh,memegang, menggigit macam-macam hal. Yesus , hemat saya minta agar kita memelihara keutamaan seorang anak kecil yang senantiasa ingin tahu, ingin mengenal, mencari dan kelak memuliakan Tuhan dalam segala hal; dalam pekerjaan dan pengalaman kita, apa pun itu. Dan dalam ketidaktahuan, biasanya anak kecil kalau bukan bertanya pada ayah-ibunya, ia merasa tenang-tenang saja, nyaman-nyaman saja karena dia percaya papa dana mama menjamin hidupnya. Keutamaan kepasrahana diri inilah yang juga patut terus kita kembangkan dalam hidup kita.


Bacaan: "Tentang Membayar Pajak kepada Kaisar" (Matius 22:15-22)
" Hidup sebagai orang merdeka" (1 Petrus 2:13-17)

Yesus itu seratus persen orang Yahudi. Rupanya tidak hanya ketuahan Yesus yang diragukan oleh orang-orang bangsanya, tapi juga kewarganegaraannya. Ia warga palestina yang pada waktu itu menjadi jajahan Romawi. Oleh karena itu tidaklah heran, jika orang-orang Farisi berusaha menjebak Yesus dengan pertanyaan ini: " apakah boleh membayar pajak kepada kaisar atau tidak?" Pertanyaan ini tentu saja menjebak. Jika Yesus mengatakan boleh, maka identitas keyahudiannya dipertanyakan. Persepuluhan yang wajib diberikan untuk bait Allah akhirnya dinomorduakan. Sebaliknya jika dia mengatakan tidak boleh, itu berarti Dia melawan negara.
Anda perhatikan baik-baik, bahwa Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka secara langsung. Seraya memperlihatkan satu dinar uang yang bergambar wajah kaisar, Yesus menyatakan bahwa mereka wajib membayar pajak kepada negara samahalnya mereka wajib memberikan hidup mereka kepada Allah..Pernyataan ini adalah seruan dan sikapYesus yang paling patriotik dalam Injil.
Kata-kata Yesus membuat saya merenungkan kembali arti panggilan kita bukan saja sebagai orang Kristiani, tapi sekaligus sebagai warga negara Indonesia, persis saat kita merayakan HUT kemerdekaan kita. Tuhan sedemikian mengasihi kita sehingga Dia membiarkan kita manusia bebas, bebas menentukan diri. Orang menyebut ini sebagai kebebasan eksistensial. Memang tidak masuk akal, jika Allah memelototi dan menguntit kita siang-malam, menentukan apa yang akan kita lakukan hari ini dan besok. Itu bukan Allah yang kita kenal. samahalnya sulit membayangkan jika suami atau istri anda, pacar atau kekasih anda membuntuti anda setiap kali anda keluar rumah(saat kerja, dll) untuk memastikan apakah anda setia padanya atau tidak. Pengalaman lebih banyak menunjukkan bahwa orang yang sungguh mencintai merelakan dan membiarkan yang lain bebas. Tapi kerelaan itu disertai trust, kepercayaan bahwa dia tidak mungkin mengingkari hubungan mereka.
Maka dalam semarak 17 Agustus ini, kita mensyukuri anugerah kebebasan dari Allah sendiri. Kebebasan itu oleh Yesus secara implisit dalam kata-kata-Nya tadi meliputi kebebasan eksistensial (kebebasan untuk mengembangkan segala daya, cita rasa dan karsa kita), tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan transendental. Kebebasan terakhir ini menjadi ciri kemuridan kita yakni merelakan dan memberikan seluruh diri kita pada Allah, mempercayakan diri pada Dia dan hidup seturut dorongan-Nya dalam hati nurani kita. Kebebasan ini dalam hubungan dengan sesama berarti keputusan untuk tidak saja mengakui kebebasan dan hak yang lain tapi sungguh mengusahakan agar kebebasan dan hak itu dapat terwujud dengan optimal.
Rasanya di usia ke 62 tahun negara kita, sosok pemimpin sekaligus negarawan yang ideal, masih langka. Orang yang berlomba menjadi pemimpin dan politis umumnya datang dengan basic needs yang belum terpenuhi. Maka tak heran, jika kinerja kerjanya dalam birokrasi tidak lagi profesional karena terbagi memikirkan bagaimana di satu pihak mengumpulkan pundi-pundi uang untuk diri sendiri dan di lain pihak melayani rakyat. Gedung paripurna DPR yang selalu sepi, dan hanya semarak waktu membicarakan hal-hal yang tidak substansial,tidak langsung mengena kepada kebutuhan real rakyat. Wong korban lumpur sidoarjo belum diurus dengan baik, DPR sibuk sendiri menginterpelasi presiden soal nuklir Iran; main aksi walk out segala, ribut sana ribut sini seperti tidak punya pekerjaan saja. Politik kita absurd sepertinya. Itu kesan saya. Saya salut pada Romo Magnis, guru saya di Driyarkara. Dia baru-baru ini menolak Achmad Bakrie Award dari Freedom Institute sebagai pemikir terbaik tahun ini. Anugerah itu pantas, tapi tidak pantas diberikan oleh Freedom Institute yang sahamnya dimiliki Aburizal Bakrie yang kita tahu berada di belakang menajemen Lapindo Brantas.
yah sudah, kita tidak cukup meratap di hari kemerdekaan ini. Pertanyaan penting Injil hari ini adalah apakah kita sungguh menjadi patriot yang otentik dalam tugas kita masing-masing? Apakah anda masuk dan pulang kerja tepat waktu? Apakah anda membangun kerukunan dan hubungan baik dengan tetangga se-RT dan se-RW apa pun latarbelakangnya? Dan apakah pernah anda berpikir untuk tidak lagi mempercayai para politisi yang sering 'berdagang sapi' seperti yang sudah-sudah? Mungkin saja anda calon politisi yang sedang dicari-cari bangsa ini.
salam,
ronald, s.x.
Yogyakarta 17 Agustus 2007


Seorang bapak selama lebih dari 25 tahun berjuang membangun ekonomi rumah tangganya dengan prinspip 'gali lobang tutup lobang'. Jika gajiannya di sebuah pabrik kayu habis, dia ngutang ke warung. Terus untuk biaya sekolah anak-anaknya, dia kredit di bank A, lalu uang dari bank itu dia tabung di bank B khusus untuk biaya pendidikan. Dia rela makan nasi bercampur garam asalkan anaknya sekolah. Kalau anaknya minta duit pas lagi 'kering', dia selalu berdoa begini: "Tuhan, nanti aku mau ke rumah sahabatku. Kau mengerti keadaanku. Bantulah aku, kalau boleh Engkau yang duluan mengetuk pintu rumahnya dan pintu hatinya, agar sudi membantuku." Memang, selama 25 tahun, dia mengaku Tuhan tidak pernah mengecewakan dia. Walau pernah ada pengalaman di mana dia beberapa kali telat membayar utang beserta bunganya dari rentenir, tapi lebih banyak dia ditolong. Bahkan beberapa kali, ada yang sama sekali membebaskan hutangnya.
Kisah Injil hari ini mengangkat kembali tema pengampunan. Yesus menggambarkan Kerajaan Allah seumpama seorang tuan yang membebaskan seluruh hutang hambanya. Kerajaan Allah adalah kerajaan pengampunan. Tuhan sudah dari kekal memutuskan untuk mencintai kita tanpa syarat, termasuk mengampuni kita. Maka, pesan injil hari ini tidak lain adalah mengusahakan pengampunan terus menerus. Bayangkan betapa banyak dosa kita, betapa banyak lubang yang sudah kita gali di tanah kerahiman hati Allah dan Dia sudah menimbun lubang-lubang itu dengan belas kasih-Nya.
Saya kemarin di Jkt, tidak sengaja berjumpa dengan seseorang yang pernah punya masalah dengan saya. Memang ingatan tetap ada di kepala saya, tapi toh saya berani ngajak dia ngomong dan foto bareng. saya selalu percaya bahwa sebagaimana saya sudah diampuni, demikian pun saya mesti mengampuni dengan menyambut, menyapa dan merangkul kembali saudara saya itu.
Semoga pengampunan menjadi hadiah terbaikmu hari ini bagi orang lain.


Minggu Biasa XIX

Pesta bunda perawan Maria diangkat ke surga adalah perayaan iman yang mentradisi dalam sejarah iman kita sebagai pengikut Yesus. Kita percaya bahwa Maria, karena kesuciannya, langsung mengalami hidup bahagia bersama Allah di surga. Bukan tempatnya mempersoalkan kapan dan di mana peristiwa itu berlangsung, atau apa benar bunda Maria tidak wafat seperti kita. Sebab peristiwa ini bukanlah semata peristiwa historis, tapi peristiwa iman yang terjadi dalam sejarah pengalaman komunitas Gereja perdana. Mereka dari dekat menyaksikan teladan hidup Maria yang setia mengikuti Yesus dan melaksanakan kehendak Allah. Maka, sebenarnya peristiwa ini lebih merupakan pengalaman iman para rasul dan komunitas Gereja perdana. Kita jelas tidak bisa menutut agar pengalaman itu menjadi pengalaman kita, trus kita mau mempersoalkannya. Maria, perempuan Nazareth yang sederhana tapi berhati besar dan murni mengikuti Yesus sepanjang hidup-Nya sejak pertama kali mengatakan ya pada kabar gembira, membawa Yesus mengunjungi Elisabeth, melahirkan, membesarkan hingga menemani-Nya sampai di salib, ketika para sahabat, para rasul dan semua orang yang dekat dengan Putera-Nya lari meninggalkan Dia. Maria, bagai batu karang kesetiaan. Karena kesetiaannya ini, dia suci dan putih. Dan mustahil Allah tidak merangkul dan menyambut dia yang mencintai-Nya dengan setia. Kita merayakan pesta ini,kita merayakan keteladanan Maria agar menjadi milik kita.

Apakah anda setia dengan tugas-tugas anda?
Kapan dan di mana anda hari ini melalaikan tugas dan tanggung jawab anda meski itu kecil dan sederhana?

Mengikuti Yesus



Bacaan: Matius 16:24-28

Titanic, kapal pesiar yang tenggelam itu telah menjadi legenda. Kita sudah menyaksikannya dalam film bikinan Hollywood. Saya tidak bermaksud menyinggung lagi romantisme yang mau disampaikan sutradara dan penutur ceritanya. Saya mengajak anda untuk kembali mengingat film itu, dan secara khusus meningat-ingat kapal beserta segala detailnya, dari kamar tidur, bar, rafter hingga buritan kapal dan tentu saja mereka-mereka para budak yang berpeluh bekerja di bawah kapal mengoperasikan alat pendorong kapal mewah itu. Saya bayangkan, betapa vital peran mereka, menggerakan kapal itu. Mereka bagaikan 'nyawa' bagi kapal tersebut.

Injil hari ini berkisah tentang syarat-syarat mengikuti Yesus. Menjadi Kristiani, pertama-tama tidak sama dengan masuk ke dalam sebuah agama atau organisasi keagamaan yang mau menjamin kebutuhan atau cita-cita/idealisme kita; tapi berjumpa dengan seorang pribadi yakni Yesus. Maka, seruan Yesus agar kita mengikuti Dia harus dimengerti dalam kerangka itu. Mengikuti (to follow, to come after) tidak hanya berarti membuntuti dari belakang, berjalan dari belakang, apalagi membeo. Sebaliknya, mengikuti sudah memuat arti hidup seperti pribadi Yesus.
Mengikuti Yesus adalah pilihan yang mensyaratkan kita menyangkal diri, memikul salib dan merelakan segala-galanya termasuk nyawa kita bagi Tuhan. Syarat-syarat itu dirangkum Yesus dalam satu pilihan yang menggetarkan: kehilangan nyawa demi Dia. Dengan kehilangan nyawa, seseorang malah memiliki kehidupan. Demikian pernyataan Yesus. Abraham, tokoh iman kita, merelakan segala-galanya, bahkan anak semata wayangnya untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Akhirnya, kita tahu, dia mendapatkan anugerah istimewa, menjadi bapa bangsa-bangsa yang banyaknya bagaikan bintang di langit dan pasir di laut. Karena kesetiaan dan kerelaanya, Abaraham mendapat rahmat yang berliimpah-limpah. Yesus tidak salah jika Ia menjanjikan kepada orang-orang yang memiilh untuk mengikuti Dia dengan radikal bahwa mereka akan mendapat upah seratus kali lipat.
saya bersyukur atas panggilan yang sedang saya tekuni saat ini. Saya tidak pernah merasa sebahagia saat-saat ini ketika banyak hal harus saya relakan: keluarga, cita-cita untuk menjadi yang sukses dan terkenal. ambisi-ambisi pribadi dan banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang membuat saya seperti ingin 'menguasai seluruh dunia'. Saya juga melihat hal yang sama pada diri ibu saya. Dia kehillangan banyak hal hingga kini: suami, papa saya yang dia cintai, harapan untuk menjadi kaya seperti yang dimimpikannya saat membangun rumah tangga, dan kehilangan saya sendiri - saya memilih untuk mengikuti Yesus dengan menjadi biarawan-. Tapi, sungguh mengagumkan, saya merasakan dan selalu memperhatikan bahwa dia lebih bahagia daripada yang sudah-sudah karena iman dan kesetiaan-Nya untuk merelakan hidup-Nya bagi Tuhan.

Berkat Tuhan,
fr. ronald,s.x


Bacaan : Matius 15:21-28 "Perempuan Kanaan yang percaya"

Orang Kanaan, apalagi perempuan, tidak masuk hitungan orang-orang yang 'diselamatkan' - setidak-tidaknya begitu keyakinan umat Israel saat itu. Perjumpaan Yesus dengan perempuan dari Kanaan ini bukan terjadi kebetulan. Yesus pada awal kisah ini dikatakan, sengaja menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Artinya, sudah menjadi pilihan tugas-Nya untuk membawa semua orang pada keselamatan, termasuk pada mereka yang tidak masuk hitungan itu.
Dialog Yesus dengan si perempuan lantas mengundang tanya. Kenapa, Yesus mengeluarkan kata-kata yang terkesan tetap memelihara eksklusivitas dan arogansi orang Yahudi? " Tentu Yesus tidak bermaksud demikian. Dia sejatinya pingin tahu apakah si perempuan juga hidup dalam keyakinan yang sama bahwa mereka orang 'kelas dua' di mata Allah?
Jawaban si perempuan atas pertanyaan Yesus tak kalah menariknya. Jawaban itu mengungkapkan iman yang mendalam, yang tidak pernah surut bahwa Tuhan senantiasa tanpa syarat membuka hati dan pertolongan-Nya bagi mereka yang sungguh-sungguh percaya pada-Nya.Saya jadi ingat satu pepatah " Kalau Tuhan menutup pintu, dia pasti membuka jendela" Tidak pernah rumah-Nya dia tutup semuanya. Inilah yang mesti menjadi iman kita, percaya bahwa kita selalu dicintai lebih dan lebih daripada yang pernah kita bayangkan.
Fr. Ronald,s.x.


Bacaan: Matius 14:22-32 "Yesus berjalan di atas air"

Kisah ini seperti sudah menjadi legenda bagi orang Kristen berabad-abad lamanya hingga kini. Yesus berjalan di atas air tengah malam ketika para rasul sedang mengayuh perahu mereka.Detail kisah ini bisa anda baca sendiri, tetapi rasanya perlu memperhatikan dengan seksama beberapa pokok. Bagus kalau kita mulai dengan pertanyaan. Kenapa Yesus tidak naik perahu bersama para murid-Nya? Kalau Dia ingin berdoa (ayat 23) kenapa para murid tidak diikutsertakan? Silahkan anda memikirkan jawabannya. Hemat saya, Yesus bukannya tidak ingin pergi bersama, apalagi menolak untuk berdoa bersama para murid-Nya. Adegan-adegan itu sebenarnya mengungkapkan sesuatu yang lain. Kalau diperhatiakan perikop sebelumnya, Mat.14:13-21 tentang Yesus yang memberi makan 5000 orang, rasanya perintah Yesus agar para murid-Nya mendahului Dia ke seberang mengisyaratkan dinamika hubungan kita, Gereja dengan Yesus dalam ekaristi. Setelah 'dikenyangkan' oleh sabda dan tubuh-Nya, kita beroleh kekuatan untuk diutus. Perahu dalam Injil Sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) biasanya menandakan Gereja. Nah, para murid yang disuruh pergi mendahului Yesus adalah Gereja yang diutus ke tengah dunia.Jadi, para murid sebenarnya tidak sendiri (memang Injil melukiskan bagaimana para murid selalu lamban mengerti kata-kata Yesus). Apalagi Yesus berdoa untuk mereka, untuk Gereja-Nya.
Pokok penting kedua, adalah peristiwa diombang-ambingkannya perahu di tengah laut. Laut juga dalam kisah Injil selalu diasosikan dengan kejahatan...Nah, Gereja diutus untuk menjala, menjaring manusia dari perangkap kejahatan itu. Tugas ini berat, kalau tidak hati-hati,justru bisa terperangkap di dalamnya.Peristiwa ini penting untuk memperlihatkan tugas pokok kita semua di dunia ini, berusaha mencari dan mengenali Tuhan dalam segala peristiwa. Maka dibutuhkan indra, iman dan kehendak yang tajam terasah untuk 'melihat' rupa Tuhan yang sebenarnya, bukan 'hantu' atau gambaran-gambaran yang keliru.
Pokok penting ketiga, adalah pengalaman Petrus, yang dalam keragu-raguan ingin mendapati Yesus yang berjalan di atas air: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu, berjalan di atas air". Pilhan dan sikap Petrus, meski rapuh karena tak berbekal keyakinan yang kuat, layak diteladani. Kita hendaknya tidak putus asa, menemukan dan mendapati Tuhan dalam peristiwa apa pun, bahkan ketika situasi di sekeliling kita bertolak belakang dengan pilihan kita. Perhatikan bahwa, teman-teman Petrus yang lain, mengira Yesus itu 'hantu'. Yuk, mari pergi mendapatkan Yesus dalam segala. Semoga anda tidak berhenti mencari dan memuliakan Dia dalam pekerjaan anda.

Hening......5-10 menit

Pertanyaan Meditasi
1. Kapan hari ini, minggu ini, aku merasa sendiri, mengalami kesepian dan apa yang aku buat berhadapan dengan kesepian itu?
2. Kapan pula hari ini, minggu ini, saya bimbang dan ragu dengan keputusan untuk tetap setia pada kebenaran dan kejujuran dalam pekerjaan dan tugas-tugas saya?
3. Apakah aku berdoa saat mengalami situasi-situasi di atas?
4. Apakah aku hari ini, minggu ini, membantu mereka yang bimbang dan ragu?

Doa: Doakan dan nyanyikan Mazmur 51(berhentilah pada ayat-ayat yang menyentuh hati, perasaan dan pengalaman anda).
salam,
Ronald, s.x.
Yogyakarta, 7/8/07


Renungan hari Senin, 6 Agustus 2007 Pesta Yesus Menampakkan Kemulian-Nya Bac.: Dan. 7:9-10.13-14.17; 2Ptr.1:16-19; Luk.9:28b-36

Anda yang gandrung dengan film-film indonesia tentu akrab dengan salah satu penggalan soundtrack film layar lebar mendadak dangdut. Kata-kata itu mau mengungkapkan pengalaman pilihan Titi Kamal, si penyanyi dangdut keliling, untuk setia dan bahagia dengan pilihan hidupnya. Susah dan senang jika dipikul dan dinikmati bersama membahagiakan, dan bukan sebaliknya.
"Betapa bahagianya kami berada di tempat ini,..." yang diucapakan Petrus pada pengalaman peristiwa transfigurasi Yesus, adalah pernyataan diri Petrus yang mau setia mengikuti Yesus. Petrus gembira dan ingin ikut serta dalam keagungan dan kemuliaan itu, persis ketika dia terjaga dari tidurnya dan 'melihat' Yesus bercengkerama dengan Elia dan Musa. Ini mirip dengan pengalaman masa kecil saya.Ketika disuruh cuci piring, saya menolak. Tapi, ketika melihat papa saya memperlihatkan permen atau duit di tangan, saya cepat-cepat bilang 'iya'. Maksudnya, sikap dasar petrus sepertinya perlu dicek lagi. Apa betul dia sungguh-sungguh, apalagi dia kan baru terjaga dari tidur.
Yang mengejutkan adalah apa yang terjadi sesudahnya. Bersamaan dengan terdengarnya suara dari awan "inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia,"-yang ada di depan mata Petrus, Yohanes dan Yakobus hanyalah Yesus seorang diri, Yesus yang biasa mereka jumpai, yang saat itu dalam perjalanan menuju Yerusalem; sebuah perjalanan yang ditentang oleh para murid-Nya. Jika diperhatikan pada perikop sebelumnya (Lukas 12:22-27), Yesus menyatakan bahwa dia akan menanggung banyak penderitaan dan dibunuh...
Seorang diri dan menjadi sendiri adalah kenyataan yang harus kita terima, betapaun kita pingin mengelaknya. Banyak orang yang tak tahan sendiri. Ketika mendapat masalah, langsung mencari pelarian dalam banyak macam hal, bahkan dalam hiburan-hiburan yang tidak sehat. Pesta hari ini selain mengajak kita untuk merayakan keterpilihan kita sebagai murid Yesus- untuk terlibat dalam karyanya- juga mendesak kita untuk melihat diri kita. Apakah saya bahagia dengan pilihan saya? Apakah saya tetap bertahan dan bertekun walau dalam kesendirian, walau sedang dirundung persoalan? Apakah saya bahagia juga dengan pasangan hidup saya (jika sudah menikah dan berkeluarga)?
Petrus,Yakobus dan Yohanes lama-lama mengerti bahwa mengikuti Yesus sejatinya adalah ikut serta dalam perjalan menuju Yersulem, untuk menuntaskan misi-Nya melaksanakan kehendak Bapa, meski harus mati karena itu. Walaupun, semua rasul -kecuali Yohanes dan para murid wanita juga Maria - melariakan diri saat Yesus disalibkan, kita hendaknya tetap setia mengikuti Dia sampai akhir, dalam karya kita masing-masing. Semoga kita juga tetap setia ikut serta memikul salib sesama kita, berjuang membangkitkan pengharapan sesama kita yang pudar karena persoalan-persoalan mereka.
Tuhan memberkati,
Fr.Ronald,s.x


Bacaan-bacaan suci minggu ini diawali dari seruan kitab pengkhotbah yang sudah terkenal. "Sia-sia, segala sesuatu adalah sia-sia" yang adagium latinnya berbunyi vanitas, vanitatum! (Pengkhotbah 1:2). Seruan ini sepertinya sebuah pesimisme atas kehidupan, sebanding dengan pandangan sastrawan dan filsuf Perancis Albert Camus yang yakin bahwa hidup ini absurd, tidak ada makna atau gunanya. Salah satu cara untuk mengisi hidup yang absurd ini, menurutnya adalah menyadari dan menerima kenyataan yang tanpa makna ini...Sulit ah..., dasar filsuf. Tapi anda tahu, Camus mati dalam sebuah kecelakaan mobil. Entah apakah keyakinan itu ia bawa sampai mati, tak ada yang tahu.
Akan tetapi, kalau kita sebentar menengok bacaan kedua (Kolose 3:1-5.9-11) kita akan pelan-pelan memahami apa sebenarnya yang direnungkan oleh penulis kitab pengkhotbah itu -yang tentunya adalah orang yang sangat beriman pada Tuhan. Perkenalan kita dengan Tuhan, atau perjumpaan kita dengan Yesus tersalib pada hakekatnya membawa kita pada kepenuhan hidup, kepada kenyataan yang sama sekali baru. Pada diri-Nya kita melihat apa dan bagaimana rasanya hidup. Yesus karena sedemikian mencintai Allah, Bapa-Nya dan mencintai kita manusia, maka rela memberi diri-Nya, mati di salib. Ia memberi semuanya, merelakan semuanya untuk yang lain. Dan jadilah, bahwa hidup ini tidak tanpa makna. Pertanyaan pantas kita layangkan pada Camus, kalau memang tanpa makna, kenapa kita pernah ada? Atau untuk apa kita ada kalau memang adanya kita tidak ada bedanya sama sekali dengan jika kita tidak ada? Tentu adanya kita karena Allah menghendaki sesuatu yang baik di dunia ini untuk kita kerjakan.
Maka pernyataan pengkhotbah sebenarnya menggarisbawahi kebenaran ini: memutuskan untuk mempercayakan diri pada Allah dengan mengikuti putra-Nya Yesus berarti siap merelatifkan segala macam hal; atau melihat dan memperlakukan semua yang ada pada kita sebagai sementara atau tidak mutlak, apakah itu barang, harta, uang, relasi dan seterusnya.
kadang karena begitu sibuk bekerja, waktu yang mesti kita sediakan untuk Tuhan atau untuk keluarga, termasuk waktu untuk berelasi dengan tetangga dan warga sekitar kita kurangi atau lama kelamaan kita lupakan. Di bawah sadar kita, memutlakkan sarana-sarana dan sebenarnya mulai memutlakkan diri kita.
Bacaan Injil yang berkisah tentang orang kaya yang bodoh pada Lukas 12:13-21 adalah kiritk yang tajam untuk kecenderungan kita memutlakkan sarana-sarana duniawi dan sebaliknya merelatifkan Tuhan dan sesama. "Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah"(ayat 19). Siapa yang tidak merasa aman dan nyaman jika segala kebutuhan hidupnya terpenuhi? Makan cukup dan berlimpah, uang banyak dan seterusnya. Kritik Yesus bukanlah pada jumlah barang atau harta yang dimiliki tapi sikap hati kita, yang karena begitu menyayangkan dan memikirkan bagaimana harta kita disimpan dan dihabiskan untuk waktu yang lama, sampai-sampai kita lupa berserah diri dan bersyukur pada Tuhan atas semua yang dia berikan pada kita.

Waktu hening.....5 menit

Pertanyaan penuntun?
1. Bagaimana sikapku atas harta dan pekerjaanku sekarang? Apakah aku cukup bertanggung jawab?
2. Apakah tanggung jawabku juga aku berikan dengan menyediakan waktu untuk keluarga? atau menyediakan waktu sambil break kerja, makan dan curhat atau mendengarkan curhat teman?
3. Jika aku masih punya kesempatan hidup sebulan lagi, apakah yang akan kulakukan untuk Tuhan dan sesama?

salam,
fr.ronald,s.x.
Yogyakarta, sabtu 4 agustus 2007, 10.07 pm

Blogger Template by Blogcrowds