Mengikuti Yesus



Bacaan: Matius 16:24-28

Titanic, kapal pesiar yang tenggelam itu telah menjadi legenda. Kita sudah menyaksikannya dalam film bikinan Hollywood. Saya tidak bermaksud menyinggung lagi romantisme yang mau disampaikan sutradara dan penutur ceritanya. Saya mengajak anda untuk kembali mengingat film itu, dan secara khusus meningat-ingat kapal beserta segala detailnya, dari kamar tidur, bar, rafter hingga buritan kapal dan tentu saja mereka-mereka para budak yang berpeluh bekerja di bawah kapal mengoperasikan alat pendorong kapal mewah itu. Saya bayangkan, betapa vital peran mereka, menggerakan kapal itu. Mereka bagaikan 'nyawa' bagi kapal tersebut.

Injil hari ini berkisah tentang syarat-syarat mengikuti Yesus. Menjadi Kristiani, pertama-tama tidak sama dengan masuk ke dalam sebuah agama atau organisasi keagamaan yang mau menjamin kebutuhan atau cita-cita/idealisme kita; tapi berjumpa dengan seorang pribadi yakni Yesus. Maka, seruan Yesus agar kita mengikuti Dia harus dimengerti dalam kerangka itu. Mengikuti (to follow, to come after) tidak hanya berarti membuntuti dari belakang, berjalan dari belakang, apalagi membeo. Sebaliknya, mengikuti sudah memuat arti hidup seperti pribadi Yesus.
Mengikuti Yesus adalah pilihan yang mensyaratkan kita menyangkal diri, memikul salib dan merelakan segala-galanya termasuk nyawa kita bagi Tuhan. Syarat-syarat itu dirangkum Yesus dalam satu pilihan yang menggetarkan: kehilangan nyawa demi Dia. Dengan kehilangan nyawa, seseorang malah memiliki kehidupan. Demikian pernyataan Yesus. Abraham, tokoh iman kita, merelakan segala-galanya, bahkan anak semata wayangnya untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Akhirnya, kita tahu, dia mendapatkan anugerah istimewa, menjadi bapa bangsa-bangsa yang banyaknya bagaikan bintang di langit dan pasir di laut. Karena kesetiaan dan kerelaanya, Abaraham mendapat rahmat yang berliimpah-limpah. Yesus tidak salah jika Ia menjanjikan kepada orang-orang yang memiilh untuk mengikuti Dia dengan radikal bahwa mereka akan mendapat upah seratus kali lipat.
saya bersyukur atas panggilan yang sedang saya tekuni saat ini. Saya tidak pernah merasa sebahagia saat-saat ini ketika banyak hal harus saya relakan: keluarga, cita-cita untuk menjadi yang sukses dan terkenal. ambisi-ambisi pribadi dan banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang membuat saya seperti ingin 'menguasai seluruh dunia'. Saya juga melihat hal yang sama pada diri ibu saya. Dia kehillangan banyak hal hingga kini: suami, papa saya yang dia cintai, harapan untuk menjadi kaya seperti yang dimimpikannya saat membangun rumah tangga, dan kehilangan saya sendiri - saya memilih untuk mengikuti Yesus dengan menjadi biarawan-. Tapi, sungguh mengagumkan, saya merasakan dan selalu memperhatikan bahwa dia lebih bahagia daripada yang sudah-sudah karena iman dan kesetiaan-Nya untuk merelakan hidup-Nya bagi Tuhan.

Berkat Tuhan,
fr. ronald,s.x

0 komentar:

Blogger Template by Blogcrowds